Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten Otomotif Masih Sulit Bergerak, Ini Sebabnya

Emiten yang mengandalkan kinerja pada divisi usaha otomotif dinilai masih sulit menggeliat. Pasalnya, pertumbuhan kendaraan roda dua dan empat tahun ini diproyeksikan tak bergerak jauh dari 5%
Ilustrasi - Perkembangan penjualan motor di Indonesia. / Bisnis
Ilustrasi - Perkembangan penjualan motor di Indonesia. / Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA—Emiten yang mengandalkan kinerja pada divisi usaha otomotif dinilai masih sulit menggeliat. Pasalnya, pertumbuhan kendaraan roda dua dan empat tahun ini diproyeksikan tak bergerak jauh dari 5%.

Analis PT Reliance Securities Tbk. Robertus Yanuar Hardy mengatakan, meski masih berat tahun ini potensi sektor otomotif sedikit ada perbaikan jika dibandingkan pada 2015. Pada tahun lalu total pasar kendaraan roda dua dan empat merosot double digit di atas 15% dibandingkan tahun sebelumnya.

“Tahun ini ada potensi perbaikan pasar bisa tumbuh 5% hingga 6%. Hal itu mengikuti pertumbuhan GDP di kisaran 5%,” katanya kepada Bisnis belum lama ini.

Hal itu senada dengan asumsi target pertumbuhan total pasar tahun ini yang diproyeksikan asosiasi kendaraan roda empat dan roda dua. Gabungan Industri Kendaraan Bermotor Indonesia (Gaikindo) menyebut pertumbuhan pasar mobil tahun ini sulit bergerak dari kisaran 5%.

Sebagai gambaran, total penjualan mobil pada 2015 sebanyak 1,01 juta unit. Adapun Asosiasi Industri Sepeda Motor Indonesia (AISI) menyebut total pasar tahun ini diperkirakan mencapai 6,45 juta unit. Sedangkan pencapaian pada 2015 diperkirakan sebanyak 6,4 juta unit. Meski demikian, AISI belum merilis data resmi total penjualan tahun lalu.

Robertus melanjutkan, sektor otomotif masih berat untuk bergerak karena daya beli masyarakat masih  belum sesuai harapan. Hal ini masih dipengaruhi pelambatan ekonomi, suku bunga acuan yang masih tinggi hingga nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat yang masih lemah.

“Kecuali suku bunga turun bisa dongkrak kinerja. Tapi akan sulit bagi Bank Indonesia menurunkan suku bunga acuan karena sku bunga The Fed masih tinggi dan rupiah masih lemah,” ujarnya.

Mengomentari PT Astra International Tbk. selaku penguasa pasar otomotif Tanah Air, dia menyebut kinerja perusahaan berkode ASII itu pada 2016 masih optimistis bertumbuh jika dibandingkan tahun lalu.

“Untuk ASII masih optimistis membukukan pertumbuhan pendapatan karena disokong pula usaha non otomotif,” teangnya.

Sebagai gambaran, pada tahun lalu hingga kuartal ketiga, laba bersih ASII hanya sebesar Rp11,99 triliun atau turun 17% dari periode yang sama pada tahun sebelumnya sebesar Rp 14,49 triliun. Setor bisnis otomotif ASII berkontribusi Rp5,3 triliun terhadap total laba bersih. Jumlah itu turun 10% dari periode yang sama pada 2014.

Pada sektor usaha lain, bisnis ASII akan ditopang beberapa perusahaan seperti PT Astra Otoparts Tbk (AUTO), PT Astra Sedaya Finance, PT United Tractors TBK (UNTR), PT Astra Agro Lestari TBK (AALI), PT Astra Grafika Tbk (ASGR), serta PT Astratel Nusantara.

Terkait PT Indomobil Sukses Internasional Tbk. (IMAS) dia pun berkomentar senada. Pertumbuhan bisa terjadi namun tidak terlalu signifikan. Terlebih anak usaha perusahaan tersebut memang mayoritas bergerak di bidang otomotif.

Adapun terkait kinerja IMAS hingga kuartal III/2015, pendapatan perseroan yang berasal dari penjualan ke pihak ketiga sebesar Rp13,02 triliun turun dari kurun waktu yang sama tahun sebelumnya Rp13,5 triliun. Serta penjualan ke pihak berelasi sebesar Rp412 miliar turun dari tahun sebelumnya Rp636,9 miliar.  

Sementara itu, Analis PT Asjaya Indosurya Securities William Surya Wijaya mengatakan emiten yang mengandalkan sektor otomotif memang masih sulit bergerak. Selain karena nilai tukar dan suku bunga yang belum sesuai dengan harapan pebisnis, pembangunan infrastruktur yang diharapkan menggerakan roda ekonomi pn dinilainya belum optimal.

Menurut dia, untuk mengejar pertumbuhan emiten yang bergantung pada sektor otomotif perlu menggenjot ekspor. Dari catatan Bisnis, ekspor mobil dari Indonesia dalam bentuk utuh (CBU) hanya di kisaran 200.000 unit per tahun. Tahun ini pun angkanya diperkirakan tak bergerak jauh dari jumlah tersebut.

Ekspor itu didominasi PT Toyota Motor Manufacturing Indonesia (TMMIN) yang lebih dari 70%. Dia pun menyebut, untuk menggenjot kinerja emiten yang mengandalkan unit usaha sektor otomotif dapat berharap pada produk low cost green car (LCGC).

“Emiten otomotif pergerakannya tidak akan terlalu signifikan karena pelambatan ekonomi tapi tahun ini ada sedikit pendorong karena ekonomi diperkirakan lebih baik dari 2015. LCGC bisa menjadi pendongkrak karena kebutuhan mobil dengan harga paling murah masih tinggi.” ujarnya kepada Bisnis dalam kesempatan berbeda.

Dia pun menyebut ASII akan lebih optimistis menatap 2016 karena disokong unit usaha non otomotif. Sedangkan IMAS lebih berat karena sebagian besar unit usahanya bergerak di sektor otomotif.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper