Bisnis.com, JAKARTA — Harga emas diperkirakan masih sulit bersinar pada tahun ini. Beberapa analis pun me lihat peluang harga logam mulia itu untuk mencatatkan pelemahan tahunan keempat secara berturut-turut di akhir 2016.
Sepanjang tahun lalu, harga emas kembali mencatatkan pelemahan tahunan ketiga berturut-turut sejak 2013 setelah melemah sebesar 10,38%. Terakhir, secara intraday dalam penutupan perdagangan akhir tahun lalu, harga emas melemah 0,03% menjadi US$1.061 per troy ounce.
Ibrahim, pengamat komoditas PT Soegee Futures, menilai harga emas punya peluang untuk menguat, tetapi hanya pada kuartal I/2016 saja. Pada tiga bulan pertama tahun ini, harga logam mulia itu diprediksi mampu menguat kembali hingga US$1.200.
“Rencana aksi stimulus moneter beberapa bank sentral seperti China, Jepang, dan Eropa ditambah bumbu geopolitik Ti mur Tengah menjadi pendukungnya,” ujarnya kepada Bisnis pada Rabu (30/12/2015).
Namun, dia mengingatkan secara keseluruhan harga emas masih dalam tekanan wacana Federal Reserve (The Fed) terkait kenaikan suku bunga bertahap yang diperkirakan antara tiga atau empat kali pada tahun ini.
“Situasi itu akan berbalik menekan harga emas. Mungkin pada akhir tahun harga emas ditutup di kisaran US$1.000 atau di bawah level akhir tahun lalu,” ujarnya.
Analis PT Esandar Artha Berjangka Tony Ma riano, berpendapat ber beda. Menurutnya, sepanjang tahun ini tetap menjadi periode kelam untuk harga emas. Selain faktor The Fed, harga emas juga mendapatkan tekanan dari posisi harga mi nyak yang masih rendah hingga saat ini.
“Harga minyak rendah berarti inflasi rendah. Dengan kata lain, permintaan emas fisik bisa berkurang kan?” ujarnya.
Selain itu, Tony juga mengkhawatirkan recana stimulus moneter oleh beberapa bank sentral pada awal tahun ini. Aksi itu diperkirakan bisa menjadi pisau bermata dua untuk harga emas.
Meskipun begitu, penutupan harga pada akhir semester I/2016 bisa menjadi acuan untuk melihat apakah logam mulia itu akan melemah tahunan yang keempat lagi atau tidak. “Saya menilai rencana stimulus moneter itu cenderung menekan harga emas. Peluang untuk pelemahan tahunan keempat berturut-turut tetap terbuka,” katanya.
Sementara itu, Jameel Ahmad, Kepala Analis Forextime, menuturkan harga emas tetap akan ketergantungan pada sejauh apa The Fed menaikkan suku bunganya pada tahun ini.
Jameel yang menilai bank sentral Amerika Serikat (AS) itu terlalu ambisius dalam menetapkan target empat kenaikan bisa menjadi buah positif untuk harga emas. Setiap terjadinya penundaan kenaikan suku bunga The Fed, maka itu bisa menjadi katalis positif untuk harga logam mulia tersebut.
“Harga emas mungkin tidak akan melemah sedalam seperti 2015 kemarin. Investor masih menaruh minat dengan logam mulia. Tapi, pengaruh harga emas tetap dikendalikan oleh sentimen suku bunga The Fed,” ujarnya.
Huatai Great Wall Futures melaporkan dalam risetnya kenaikan ekspektasi pasar terkait pertumbuhan inflasi AS mem perkuat asumsi realisasi kenaikan suku bunga bertahap oleh The Fed.