Bisnis.com, JAKARTA-- Tahun depan, PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) memprediksi nilai penerbitan obligasi korporasi nasional mencapai Rp66 triliun.
Target tersebut berdasarkan asumsi adanya refinancing obligasi korporasi dan sukuk yang jatuh tempo tahun depan senilai Rp48 triliun dan PUB yang akan diterbitkan sekitar Rp9 triliun.
Kemudian, adanya obligasi korporasi, sukuk dan MTN baru sekitar Rp9 triliun. Bila dibandingkan dengan pencapaian tahun ini, target penerbitan obligasi korporasi 2016 relatif flat atau tidak jauh beda dengan pencapaian tahun ini.
Direktur Utama Pefindo Salyadi Saputra mengatakan tidak besarnya target penerbitan obligasi korporasi tahun depan disebabkan oleh sejumlah faktor, termasuk kondisi perekonomian dan pasar obligasi tahun depan. Dia menjelaskan, sepanjang semester II/2015 pasar obligasi tidak terlalu menarik bila dilihat dari sisi kupon dan yield untuk menerbitkan obligasi korporasi.
Acuan yield yang digunakan tinggi sehingga ongkos penerbitan obligasi korporasi akan ikut naik. Ada kemungkinan, kata Salyadi, kondisi yang terjadi pada semester II 2015 akan berlanjut tahun depan sehingga dikhawatirkan penerbitan obligasi korporasi akan sepi.
“Kami mengantisi kondisi tahun depan seperti tahun ini, dikhawatirkan berlanjut. Karena semua tergantung pada kupon dan yield. Semester I/2015 itu masih bagus kan makanya ramai yang menerbitkan, tapi tidak semester II/2015,” jelasnya, Selasa (1/12/2015).
Sementara, Bursa Efek Indonesia memproyeksi total nilai emisi obligasi korporasi pada 2016 mencapai Rp49,96 triliun. Nilai emisi ini lebih rendah dari realisasi tahun ini.
Total nilai emisi pada 2016 senilai Rp49,96 triliun diperkirakan berasal dari 51 emisi obligasi korporasi dengan rerata nilai penerbitan Rp960 miliar per emisi. Jumlah emisi obligasi pada 2016 ditargetkan naik 4% atau dua emisi dibandingkan dengan target 2015.
Sebelumnya, analis senior PT Millenium Capital Management Desmon Silitonga mengatakan untuk membuat target nilai penerbitan obligasi tahun depan, otoritas BEI tentu akan melihat sejumlah faktor internal dan eksternal. Dari internal, Desmon menilai tahun depan akan membaik. Mulai dari pertumbuhan ekonomi, data inflasi, neraca perdagangan dan sebagainya.
Apalagi, pemerintah Indonesia baru saja mengguyur pasar dan industri dalam negeri dengan sejumlah stimulus berupa paket kebijakan. Namun demikian, faktor eksternal juga harus diperhatikan. Dia menilai, kemungkinan bursa melihat masih banyak sentiment negatif yang membayangi, mulai dari isu the Fed, pertumbuhan ekonomi Tiongkok, dan sebagainya.