Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

IHSG Dikelilingi Sentimen Negatif dari Global

Indeks harga saham gabungan di pengujung November ditutup merosot hingga 2,5% seiring dengan terkoreksinya bursa saham Asia Pasifik. Faktor global dinilai menjadi faktor utama penurunan tersebut.
Papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat dari kaca mata karyawan saat di Bursa Efek Indonesia di Jakarta. /Bisnis Abdullah Azzam
Papan elektronik yang menampilkan pergerakan Indek Harga Saham Gabungan (IHSG) terlihat dari kaca mata karyawan saat di Bursa Efek Indonesia di Jakarta. /Bisnis Abdullah Azzam

Bisnis.com, JAKARTA--Indeks harga saham gabungan di pengujung November ditutup merosot hingga 2,5% seiring dengan terkoreksinya bursa saham Asia Pasifik. Faktor global dinilai menjadi faktor utama penurunan tersebut.

Pada perdagangan Senin (30/11), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup turun 2,5% ke level 4.446,46. Investor asing juga mencatatkan aksi jual bersih (net sell) hingga Rp1,45 triliun.

Satrio Utomo, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia, mengatakan ada dua faktor, yakni global dan domestik yang membuat pasar saham tertekan. Dua faktor tersebut adalah investor yang menanti keputusan terkait China yang  bertekad agar yuan bisa masuk dalam keranjang special drawing rights (SDR) Dana Moneter Internasional (IMF) dan adanya isu soal pajak investasi.

“Nanti malam [30 November] IMF akan memutuskan apakah yuan bisa masuk, ini yang membuat investor jadi ikut tertekan,” kata Satrio saat dihubungi Bisnis.com, Senin (30/11/2015).

Sebenarnya, aksi jual bersih yang dilakukan investor sejak Jumat pekan lalu dan kemarin bisa dikatakan setara dengan aksi beli investor asing yang dilakukan 4 hari sebelumnya. “Senin-Kamis lalu pemodal asing akumulasi, sepertinya mereka mau window dressing, tapi sejak jumat mereka mulai melepas posisi lagi. Plus minus aksi beli dan jual sejak pekan lalu hingga hari ini hanya selisih Rp1 miliar,” jelasnya.

Menurut Satrio, pada dasarnya pengaruh masuknya yuan dalam keranjang IMF tidak begitu besar. Hanya saja, hal tersebut memang membuat panik yang berlebihan. “Utang pemerintah di sana tidak banyak, ini ada panik yang berlebihan sdari investor. China kan juga ingin dagangannya laku, kalau ke China kemalahan, orang juga akan cari bisnis baru,” ujar Satrio.

Selain itu, faktor investor yang  menanti keputusan ECB pekan ini dan data AS juga memberikan pengaruh. Adapun dari dalam negeri investor menanti data inflasi yang akan diumumkan Badan Pusat Statistik awal Desember.

Ditambah dengan kenaikan suku bunga the Fed yang diperkirakan akan naik pertengahan bulan ini. “Ketakutan pasar memang kenaikan suku bunga the Fed, mereka pasti akan menaikkan. Namun, saya pikir masalah yuan masuk keranjang IMF lebih dominan ya.”

Reza Priyambada, Kepala Riset PT Universal Broker Indonesia mengatakan pasar saham yang tertekan seiring dengan belum adanya sentimen positif yang masuk ke pasar saham. “Jadi investor melakukan aksi profit taking,” kata Reza.

Sejumlah sentimen negatif datang dari AS yang pada pertengahan Desember akan menaikka suku bunganya. Belum lagi data China serta global lainnya. “Sebenarnya sudah memprediksi kalau untuk inflasi dan suku bunga the Fed, tapi tetap itu memberikan tekanan, karena tak adanya sentimen positif itu.”

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Riendy Astria
Editor : Fatkhul Maskur

Topik

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper