Bisnis.com, JAKARTA— Emiten Badan Usaha Milik Negara diharapkan bisa melakukan aksi pembelian kembali (buyback) saham untuk menahan laju penurunan indeks harga saham gabungan yang kian dalam.
Pada perdangan Senin (24/8/2015), indeks harga saham gabungan (IHSG) ditutup terjungkal 3,97% ke level 4.163,73 mengekor bursa China yang terkoreksi 8,49%.
Adapun, investor asing kembali mencatatkan aksi jual bersih senilai Rp734,21 miliar di pasar saham Indonesia. Volume perdagangan net sell asing mencapai 294,1 juta lembar.
Sementara itu, berdasarkan data Bursa Efek Indonesia (BEI), investor asing telah membukukan aksi jual bersih atau net sell sejak awal tahun ini sebesar Rp5,1 triliun dan membuat IHSG terhempas 20,34% year-to-date.
Reza Priyambada, Kepala Riset PT NH Korindo Securities Indonesia mengatakan, sebenarnya surat edaran (SE) Otoritas Jasa Keuangan (OJK) terkait buyback tanpa RUPS bissa dijadikan stimulus untuk menahan laju penurunan IHSG. Namun kenyatannya, pelaku pasar belum merespon positif kebijakan otoritas tersebut.
Dia menilai, BUMN bisa memotori aksi buyback guna merangsang emiten swasta turut melakukan aksi yang sama. “BUMN memang bagus memotori karena market cap cukup besar. Masalahnya, apakah mereka sudah menyiapkan anggaran untuk buyback? Mungkin ada BUMN yang sudah menyiapkan capex-nya untuk ekspansi, bukan untuk buyback,” kata Reza kepada Bisnis.com, Senin (24/8/2015).
Namun demikian, bila ada BUMN yang ekspansinya tertahan tahun ini lantaran sejumlah hambatan, Reza menganjurkan agar dana tersebut bisa digunakan untuk buyback.
“Kebijakan ini bagus, implementasinya yang belum, jadi harus ada yang memulai. Kebijakan ini akan lebih positif bila emiten atau BUMN yang melakukan buyback dengan harga di atas pasar, biasanya respon akan positif,” tambahnya.
Menurutnya, dengan adanya anjuran dari Kementerian BUMN kepada emiten BUMN, ini merupakan langkah yang bagus. Dengan demikian, BUMN bisa menganggarkan secara khusus dana untuk melakukan buyback. Langkah buyback ini diharapkan bisa membantu mencegah penurunan pasar saham yang lebih dalam.
Dia menilai, kondisi pasar saham saat ini cukup mengkhawatirkan. Bagi investor pengelola dana seperti asuransi, dana pensiun, manajer investasi, portofolio mereka sudah turun cukup dalam. Imbal hasil yang mereka jauh berkurang sehingga mereka akan sulit mencapai target-target mereka.
Sedangkan investor individu, akan lebih merasakan dampak psikologis, seperti trauma. “Kalau ada yang menawarkan produk investasi pasti sudah takut duluan, sedangkan yang sudah masuk, pasti dalam pikirannya hanya jualan,” tutur Reza.
Hingga saat ini, pelaku pasar belum melihat ada sentimen positif yang memberikan kepercayaan kepada investor untuk masuk ke pasar saham.