Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan membatalkan rencana untuk membuat aturan baru terkait kegiatan backdoor listing, yang selama ini kerap terselubung dalam aksi korporasi emiten.
Noor Rachman, Deputi Komisioner Pengawas Pasar Modal II Otoritas Jasa Keuangan (OJK), mengatakan hingga saat ini OJK belum pernah membahas rencana peraturan yang terkait backdoor listing. Hingga saat ini, aturan baru mengenai backdoor listing belum dibutuhkan.
“Aturan yang ada saja yang dipakai, bisa melalui right issue, tender offer, dan sebagainya. Belum ada aturan baru,” kata Noor di Jakarta, Senin (29/6/2015).
Berdasarkan catatan Bisnis.com, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) sempat memandang bahwa aturan terkait backdoor listing dibutuhkan. Awal tahun lalu, Nurhaida mengatakan karena aturan terkait backdoor listing belum ada saat ini, maka OJK akan menerbitkan aturan baru terkait backdoor listing.
Diaturnya kegiatan backdoor listing juga dilatarbelakangi adanya keinginan untuk mengatur kegiatan backdoor listing dengan menerapkan peraturan yang umum berlaku serta berstandar internasional. “Iya, ini karena belum ada, kalau keluar (aturan) nanti berupa aturan baru, khusus untuk backdoor listing,” jelasnya ketika itu.
Selama ini, di pasar sudah terjadi yang namanya backdoor listing dalam mengambilalih perusahaan terbuka. Meski, peraturan yang digunakan seperti perusahaan mau IPO (initial public offering), sebenarnya mereka (perusahaan) masuk pasar modal tanpa IPO.
Biasanya perusahaan masuk pasar moda lewat rights issue, tender offer, dan sebagainya. Dalam aksi rights issue, perusahaan terbuka misalnya, kerap terjadi di mana ada perusahaan tertutup pada akhirnya ‘masuk’ bursa dan menguasai perusahaan terbuka itu alias backdoor listing. Menurutnya, sejauh ini transparansi terkait hal itu sudah ada.
Belum lama ini perusahaan ritel PT Rimo International Lestari Tbk (RIMO) mengumumkan rencana penerbitan saham baru (rights issue) dengan target raihan dana hingga Rp8,1 triliun. Aksi korporasi tersebut dinilai sejumlah analis berpotensi menjadi sebuah backdoor listing karena dananya akan digunakan untuk mengakuisisi perusahaan properti, yang asetnya lebih besar dari milik perseroan.
Dalam prospektusnya, RIMO mengumumkan rencana penerbitan 30,6 miliar saham baru dengan nominal Rp250 per lembar dan rasio 1:90 (pemegang 1 saham lama berhak atas 90 saham baru) dengan harga penawaran Rp265 per lembar. Bila pemegang saham lama tidak mengeksekusi haknya, kepemilikan sahamnya terdilusi 98,9%. Pembeli siaga aksi korporasi emiten ini adalah Haven Capital Pte Ltd, pengelola produk Haven Fund II.
Dana hasil rights issue sebesar 77,65% atau sekitar Rp6,25 triliun akan digunakan untuk mengakuisisi 99,99% saham PT Hokindo Meditama dan 21,43% untuk penyertaan modal di Hokindo Meditama, 0,83% untuk membayar kewajiban perusahaan dan 0,09% untuk modal kerja.
Adapun, dalam rencana tersebut, tidak ditujuk penjamin emisi. Namun, RIMO hanya menunjuk penasehat keuangan, yakni Mark Asia. “Iya boleh [tanpa penjamin emisi], aturamnya ada pembeli siaga kalau penggunaan dana sudah tetap, katakanlah untuk menambah modal kerja,” jelas Noor.