Bisnis.com, JAKARTA— Bank Indonesia diminta menjaga kestabilan moneter melalui intervensi di pasar obligasi, di tengah kecemasan dampak default Yunani
Direktur Investa Saran Mandiri Hans Kwee, menjelaskan tekanan terhadap rupiah, pasar saham, dan obligasi muncul akibat kecemasan investor dunia atas dampak krisis di Yunani.
Yunani, paparnya, memang hanya sebagian kecil dari ekonomi Eropa dan tidak memiliki hubungan perdagangan erat dengan negara-negara Asia.
Namun, pelaku pasar tetap mengantisipasi dampak Yunani melepaskan mata euro dengan langkah pencadangan risiko.
Mereka menarik investasi mereka di aset yang lebih berisiko dan memindahkannya keaset safe haven seperti dolar Amerika Serikat ,emas, dan swiss franc.
“Pelemahan saham dan pasar obligasi di emerging market karena risiko. Rupiah melemah, harga emas bergerak naik, pasar saham dan obligasi tertekan,” kata Hans kepada bisnis.com, Senin (29/6/2015).
Hans mengatakan pelaku pasar lokal tidak perlu panik karena dampak Yunani hanya akan sementara. Namun, dia menegaskan Bank Indonesia perlu menjaga nilai tukar rupiah tetap stabil.
Dia mengimbau BI menjaga rupiah tidak terdepresiasi terlalu dalam dengan membeli SUN yang dijual oleh investor asing.
“BI Rate untuk jaga stabilitas nilai tukar. BI bisa intervensi dengan membeli kembali bond, menyerap obligasi,” kata Hans.