Bisnis.com, JAKARTA— Pelemahan nilai tukar rupiah pada awal tahun ini cukup memberi kekhawatiran terhadap sejumlah sektor, salah satunya sektor barang konsumsi (consumer goods).
Tim riset PT Sinarmas Sekuritas mencatat sejak awal tahun hingga pertengahan Maret yakni 17 Maret 2015, rupiah sudah terdepresiasi 5,6%.
“Depresiasi rupiah ini menjadi ancaman besar bagi industri seperti sektor barang konsumsi,” tegasnya dalam riset yang dikutip Bisnis, Selasa (24/3/2015).
Menurutnya, sejumlah industri di sektor barang konsumsi yang terkena dampak terbesar dari pelemahan rupiah adalah industri keramik dan farmasi.
Dalam riset tersebut dijelaskan industri keramik sangat terdampak dengan depresiasi rupiah karena tingginya ketergantungan kepada bahan baku impor yang bisa mencapai 30% dari kebutuhan bahan baku.
Pelemahan rupiah juga berdampak kepada kenaikan harga gas perusahaan-perusahaan keramik yang biasanya ditransaksikan dalam dolar AS. Beban dari harga gas ini juga menempati porsi terbesar dalam biaya produksi perseroan.
“Dengan adanya pelemahan rupiah dan tingginya harga gas, kami perkirakan beban pokok penjualan [COGS] perusahaan-perusahaan keramik bisa naik 8%-10%,” paparnya.
Selain itu, industri farmasi juga sangat sensitif dengan pelemahan rupiah karena sekitar 90%-95% bahan bakunya merupakan produk impor.
“Hal ini tentu akan meningkatkan biaya dan menekan margin perusahaan farmasi,” tambahnya.
Berikut ini data pergerakan harga saham sejumlah emiten eramik dan farmasi:
Kode | Harga Saham (Rp) | Perubahan (%) | |
(2/1/2015) | (17/3/2015) | ||
Emiten Keramik | |||
ARNA | 870 | 830 | -4,6 |
MLIA | 515 | 670 | +30,1 |
KOIN | 445 | 400 | -10,11 |
IKAI | 122 | 103 | -15,57 |
Emiten Farmasi | |||
KLBF | 1.810 | 1.795 | -0,83 |
KAEF | 1.445 | 1.335 | -7,61 |
Nilai Tukar | |||
Rp/US$ | 12.545 | 13.180 | -5,06 |
Sumber: Sinarmas Sekuritas