Bisnis.com, JAKARTA- Penurunan suku bunga Bank Indonesia membuat pasar obligasi korporasi lebih menggairahkan. Diperkirakan, rata-rata transaksi perdagangan obligasi korporasi bisa mencapai Rp600 miliar-Rp700 miliar per hari.
Wahyu Trenggono, Direktur PT Penilai Harga Efek Indonesia (Indonesia Bond Pricing Agency/IBPA) mengatakan penurunan BI rate akan memberikan banyak pengaruh pada obligasi korporasi. Penerbitan obligasi korporasi lebih murah dibandingkan dengan tahun-tahun sebelumnya. Maraknya penerbitan obligasi akan membuat suplai obligasi di pasar meningkat.
“Likuiditas juga akan tinggi dan lebih tinggi dari tahun lalu yang sekitar Rp400 miliar per hari. Memang masih jauh dengan rata-rata transaksi perdagangan SUN (surat utang negara) yang sekitar Rp11 triliun per hari (tahun lalu),” kata Wahyu di Gedung Bursa Efek Indonesia (BEI), Selasa (24/2).
Dia memprediksi, rata-rata transaksi perdagangan di pasar obligasi korporasi tahun ini bisa mencapai Rp600 miliar-Rp700 miliar, seiring dengan target emisi penerbitan obligasi korporasi senilai Rp60 triliun. “Tahun ini kondisinya akan mirip dengan 2011, di mana pada 2008 terjadi krisis dan 2011 mulai normal. Begitupun tahun ini yang mulai normal,” tambahnya.
Dia menilai, tiga sektor akan mendominasi penerbitan obligasi korporasi pada tahun ini. Ketiga sektor itu a.l sektor infrastruktur, perbakan dan multifinance. Sektor infrastruktur sangat membutuhkan pendanaan untuk pembangunan infrastruktur yang tengah marak.
Pada sisi lain, penurunan BI rate juga memengaruhi pasar SUN. Menurutnya, pemerintah akan lebih leluasa menetapkan yield yang lebih rendah. “Pelaku pasar juga sudah memperhitungkan.”
AldianTaloputra, Chief Economist PT Mandiri Sekuritas mengatakan rencana kenaikan suku bunga acuan Bank Sentral Amerika Serikat (AS) yang Mansek prediksi akan terjadi akhir tahun ini tidak akan memberikan banyak pengaruh pada pasar obligasi. Apalagi, kalau kenaikannya secara bertahap dan tidak banyak.
Menurutnya, investor asing memang sangat mendominasi di pasar SUN. Namun, saat ini sudah banyak investor yang beralih menjadi investor jangka panjang. Hal ini membuat aliran dana yang keluar saat The Fed menaikkan suku bunga tidak begitu banyak.
“Tahun lalu kami pikir ada penurunan, ternyata masih naik cukup tajam. Kami kira, tahun ini juga masih akan seperti itu,” katanya.
Dia menilai, investor asing masih masuk lantaran pertumbuhan ekonomi Indonesia yang diprediksi membaik. “Sekarang pendorong pertumbuhan ekonomi itu sudah bergeser, dulu itu sektor migas dan pertambangan kuat, sekarang oleh manufaktur. Maufaktur semakin kuat.”