Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Efek Indonesia menegaskan tidak memiliki niat untuk mengubah aturan soal fraksi harga saham yang saat ini berlaku, meski tengah dievaluasi kembali.
Untuk diketahui, saat ini otoritas Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah membentuk tim kecil untuk menganalisis masukan dari Asosiasi Perusahaan Efek Indonesia (APEI) terkait peraturan fraksi harga saham yang baru. APEI meminta BEI untuk mengubah kembali aturan yang berlaku pada Januari 2014.
Meski sebelumnya BEI sudah menolak permintaan APEI untuk mengubah kembali aturan tersebut, belakangan diketahui BEI tengah mengevaluasi kembali.
“Sampai hari ini dievaluasi, tapi kami tidak punya niat menggantinya. Kekhawatiran para broker ternyata tidak terbukti,” kata Direktur Utama BEI Ito Warsito di Gedung BEI, Senin (16/2/2015).
Menurut Ito, ada beberapa kekhawatiran yang dijadikan alasan oleh para anggota bursa (AB) agar aturan soal fraksi harga saham yang baru diubah kembali. Kekhawatiran tersebut a.l pergerakan indeks harga saham gabungan (IHSG) yang sulit naik lantaran fraksi harga yang terlalu ketat hingga larinya investor lokal atau ritel dari pasar saham.
“Tapi ternyata buktinya IHSG naik hingga 22% sepanjang tahun lalu. Kemudian, ada yang bilang likuiditas turun, itu juga tidak terbukti. Rata-rata transaksi Januari ini saja sampai Rp6,5 triliun. Waktu itu perbandingan datanya tidak apple to apple,” jelasnya.
Selain itu, para AB juga sempat menegaskan bahwa likuditas tidak turun lantaran aturan aturan fraksi harga saham yang baru justru menguntungkan buat investor asing sehingga asing terus masuk. Sedangkan investor lokal sudah keluar lantaran keuntungannya berkurang.
“Faktanya aktivitas di saham, investor asing itu tahun lalu 41%, turun dari tahun sebelumnya yang 43%. Sedangkan yang lokal terus naik, investor domestik tetap tinggi.”
Susy Meilani, Ketua Umum APEI, mengatakan akan tetap berusaha meminta BEI untuk mengkaji kembali aturan fraksi harga saham yang baru. Menurutnya, masih ada kesempatan agar kebijakan fraksi harga ini dikaji kembali.
Setelah BEI menyatakan menolak, pihaknya sudah bertemu lagi dengan BEI sebanyak dua kali. Bahkan, BEI sudah membentuk tim kecil untuk menganalisis kembali masalah ini. “Kami juga temui stake holder terkait, termasuk OJK, ini harus dilihat lebih detail lagi,” jelasnya.
Dia memandang otoritas BEI dengan pelaku pasar memang memiliki pandangan berbeda. Bila otoritas berharap market stabil, pelaku pasar tidak suka dengan market yang stabil, sehingga menginginkan pasar yang lebih menarik marginnya. “Maka itu, di sini ada perbedaan pandangan, kami ingin ini dibicarakan lagi dan berharap ada win-win solution setelah ini.”
Pada intinya, kata Susi, pihaknya menginginkan aturan yang bisa mendorong peningkatan jumlah investor. Peningkatan jumlah investor merupakan fokus utama perusahaan efek.
Namun, ternyata aturan fraksi harga saham yang baru justru membuat investor lari, khususnya investor lokal lantaran membuat margin mereka tergerus, bahkan rugi.