Bisnis.com, JAKARTA – Otoritas pasar modal Indonesia akan menggenjot pembangunan infrastruktur seiring kebijakan Presiden Indonesia Joko Widodo untuk membangun sektor infrastruktur riil.
Dalam pembukaan perdagangan Bursa Efek Indonesia (BEI) pada Jumat, (2/1), Presiden menyatakan ada dana sekitar Rp240 triliun dari pengalihan subsidi bahan bakar minyak (BBM) yang bisa dipakai untuk membangun infrastruktur seperti waduk, irigasi, pelabuhan, dan jalur kereta api di luar Pulau Jawa.
“Dorong sebanyaknya BUMN kita. Sebagian kita suntik lagi, utamanya infrastruktur seperti Pelindo, KAI, dan BUMN karya. Disuntik supaya percepat pembangunan infrastruktur. Jika sudah terkoneksi kota-kota, pulau-pulau, ekonomi kita akan jauh lebih baik dari sekarang,” tutur Presiden, Jumat, (2/1).
Presiden mengatakan pemerintah akan membuka layanan satu pintu di tingkat nasional bagi investor yang ingin masuk ke Indonesia. Pembangunan infrastruktur akan digenjot lewat sejumlah badan usaha milik negara (BUMN) seperti PT Pelabuhan Indonesia (Persero), PT Angkasa Pura (Persero), PT Kereta Api Indonesia (Persero), serta BUMN Karya.
Nurhaida, Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, mengatakan pasar modal akan menyambut kebijakan Presiden untuk menggenjot proyek infrastruktur. Bentuk sokongan dari pasar modal yakni penerbitan efek beragun aset berbentuk surat partisipasi (EBA SP) serta reksa dana berbentuk kontrak investasi kolektif penyertaan terbatas. Keduanya sudah diatur dalam peraturan Otoritas Jasa Keuangan (OJK) yang baru terbit akhir 2014.
Peraturan OJK (POJK) tentang Pedoman Penerbitan dan Pelaporan Efek Beragun Aset Berbentuk Surat Paritipasi Dalam Rangka Pembiayaan Sekunder Perumahan terbit pada 18 November 2014. POJK tentang Reksa Dana Berbentuk Kontrak Investasi Kolektif Penyertaan Terbatas terbit pada 8 Desember 2014.
“EBA SP bisa dimanfaatkan mulai 2015 untuk pembiayaan perumahan. Itu untuk sektor riil. Sementara, reksa dana penyertaan terbatas bisa ke infrastruktur atau sektor riil yang lain. Kami berharap pada 2015 ada yang memanfaatkannya sehingga bisa membangun infrastruktur,” tutur Nurhaida kepada Bisnis, Jumat, (2/1).
Bentuk dorongan lain dari OJK yakni penerbitan obligasi daerah. Obligasi yang disebut municipal bond ini diterbitkan pemerintah daerah untuk membiayai proyek-proyek yang berkaitan dengan kepentingan publik.
Sesungguhnya, penerbitan obligasi daerah ini sudah lama terdengar. Pemerintah Daerah Jawa Barat bahkan sudah bersiap-siap merealisasikannya pada 2014, tapi batal karena terkendala perizinan dan hal teknis regulasi.
Menurut Nurhaida, salah satu kendala penerbitan municipal bond yakni tidak selarasnya proses audit laporan keuangan daerah. Laporan keuangan daerah harus diaudit oleh Badan Pemeriksa Keuangan (BPK), sedangkan dalam Undang-undang Pasar Modal disebut dalam kegiatan penawaran umum, seluruh dokumen dan proses audit dikerjakan akuntan publik yang terdaftar di OJK.
"Kami akan berikan semacam kemudahan. Sampai saat ini kami masih diskusikan. Ada solusi yang muncul, mungkin saja ada penunjukkan [audit] dari BPK," ucap Nurhaida.
Menurutnya, bila municipal bond terbit, bukan tidak mungkin infrastruktur di daerah lebih cepat berkembang.
Sementara itu, Bursa Efek Indonesia (BEI) tengah merampungkan ketentuan pencatatan tentang penerbitan obligasi untuk pembiayaan proyek. Direktur Utama BEI Ito Warsito menuturkan penerbitan obligasi untuk membiayai proyek ini nantinya dapat ditempuh seluruh sektor, tidak cuma perusahaan sektor konstruksi. Ketentuan ini dapat menjadi solusi bagi perusahaan yang sudah mengantongi kontrak untuk membangun proyek, tapi tidak punya dana cukup.
“Kami lihat ada kebutuhan yang khusus untuk dapat dana dari obligasi. Jadi, ini terbuka untuk semua sektor biar gampang dapat dana,” tutur Ito.
Nantinya, sebelum menerbitkan obligasi untuk pembiayaan proyek, BEI akan menilainya dari sisi kelayakan dan kronologi proyek, mendesaknya proyek, serta pihak-pihak yang terlibat. Juga ada penilaian mandat.