Bisnis.com, JAKARTA--Untuk memenuhi kebutuhan uang kartal Indonesia, maka Bank Indonesia tiap tahun mencetak uang guna mengganti uang lusuh.
Namun, tak sedikit juga anggaran yang dialokasikan BI untuk mencetak uang kartal tersebut. Apalagi dominan transaksi di Indonesia masih menggunakan uang tunai.
Deputi Direktur Departemen Kebijakan dan Pengawasan Pembayaran BI Yura A. Djalins mengatakan Bank Sentral setiap tahunnya menghabiskan dana sekitar Rp2 triliun untuk mengganti uang lusuh yang beredar.
"Tiap tahun jumlah uang yang dicetak tumbuh dan tahun lalu tumbuh hingga 13%," ungkapnya, Rabu (11/6/2014).
Mahalnya biaya cetak mata uang garuda, karena bahan baku seperti kertas harus diimpor dari negara Eropa dan Rusia.
Yura mengungkapkan jumlah uang yang dicetak tahun lalu tumbuh melambat.
Perlambatan tersebut terjadi bukan karena peningkatan transaksi menggunakan e-money, akan tetapi lebih disebabkan oleh perlambatan pertumbuhan ekonomi yang dirasakan masyarakat.
Menurutnya, menggalakkan less cash society (transaksi non tunai) bakal mengurangi biaya cetak dan operasional uang kartal.
Yura mengungkapkan hampir semua negara mencatatkan peningkatan transaksi cetak uang setiap tahunnya.
Hal tersebut karena masih dominannya budaya uang tunai.
Sedangkan satu-satunya negara yang berhasil menurunkan pertumbuhan uang kartal adalah Swedia.
Yura menilai dengan menggalakan transaksi non tunai maka bisa meminimalisir terjadinya korupsi yang dominan dilakukan dengan transaksi tunai.
Di sisi lain, Bank Indonesia menilai transaksi non tunai juga bisa menghindari terjadinya tindakan kriminal seperti perampokan serta salah perhitungan dalam bertransaksi.