Bisnis.com, JAKARTA--Harga timah berfluktuasi di antara isu geopolitik dan pergerakan dolar. Harganya diprediksi bergerak pada rentang US$22.800--US$23.200 per ton.
Pengamat komoditas tambang sekaligus Direktur PT Equilibrium Komoditi Berjangka Ibrahim mengatakan, secara teknikal seharusnya timah melemah.
"Secara teknikal harga timah tertekan tapi masih ada isu geopolitik," kata Ibrahim saat dihubungi Bisnis.com, Kamis (22/5/2014).
Pada perdagangan Kamis petang harga kontrak timah untuk pengiriman dalam 3 bulan tercatat melemah 0,41% menjadi US$22,975 per ton di London Metal Exchange (LME).
Menurutnya, layaknya harga komoditas tambang lain, seperti nikel, paladium, dan tembaga, harga timah sangat dipengaruhi oleh isu ketegangan politik antara Rusia versus Ukraina.
Isu tersebut paling tidak bakal bertahan hingga tanggal 25 Mei, yaitu batas yang ditentukan oleh Amerika dan Uni Eropa untuk Rusia.
Jika Rusia tak kunjung melunak AS dan sekutunya bisa saja mengenaka sanksi, termasuk sanksi pertambangan.
Saat hal itu terjadi kekhawatiran pasar terhadap gangguan distribusi komoditas ta,bang asal Rusia bakal meruncing dan mengerek harga, harga timah yang akan ikut terpengaruh.
Namun, kata Ibrahim, dirinya meyakini hal itu tak akan terjadi. "Rusia akan menarik diri karena kalau tidak ekonominya juga akan terganggu," ungkapnya. Jika konflik tersebut mereda harga komoditas bakal terkoreksi.
Di sisi lain perkembangan perekonomian AS juga ikut menentukan arah pergerakan harga timah, terutama sinyal-sinyal kebijakan dari Bank Sentral AS, Federal Reserve (the Fed). Dolar yang bergerak fluktuatif juga akan diikuti oleh pergerakan timah.