Bisnis.com, JAKARTA – Harga emas diperkirakan masih akan terkoreksi dalam jangka pendek.
Koreksi harga emas dimungkinkan terjadi akibat adanya aksi profit taking dan mulai menurunnya permintaan di China sebagai salah satu konsumen terbesar di dunia.
Nizar Hilmi, analis PT SoeGee Futures, mengatakan harga emas telah naik terlalu tinggi sejak awal tahun sehingga kondisi saat ini sudah memasuki pola jenuh beli dan mulai kehilangan daya untuk terus bergerak naik.
“Kemarin ada aksi profit taking juga. Di saat dolar Amerika Serkat melemah saja, emas masih koreksi. Apalagi rebound, mungkin bisa turun lebih dalam,” ujarnya, Rabu (19/2).
Ke depannya, Nizar menilai dalam jangka pendek, harga emas masih akan terkoreksi karena sentimen negatif apakan the Fed masih akan mampu konsisten melanjutkan pengurangan stimulus moneternya.
Sementara itu, untuk jangka panjang, dia menilai apabila inflasi AS masih di bawah target, maka minat investasi emas akan terus menurun karena fungsinya sebagai lindung nilai terhadap inflasi menjadi tidak berguna.
“Harus diperhatikan juga ada peralihan investasi dari emas ke saham,” kata Nizar.
Menurutnya, dengan kondisi pasar saham saat ini yang tengah terapresiasi, maka investor dari emas kemungkinan besar akan beralih ke sana, sehingga harga emas masih berpotensi untuk terus turun.
Apalagi, jika permintaan emas fisik di China juga mulai menurun, maka risiko koreksi semakin besar. Sepanjang tahun ini, dia memperkirakan harga emas akan bergerak di level US$1.000 – US$1.400 per troy ons.