Bisnis.com, JAKARTA - PT Visi Media Asia Tbk. (VIVA), perusahaan media penyiaran Grup Bakrie, menganggarkan US$150 juta untuk mengoperasikan layanan televise berbayar (paid TV).
Anggaran tersebut akan digunakan untuk membeli set-top-box, konten tayangan, dan biaya sewa transponder satelit.
Rerata biaya sewa transponder sekitar US$1 juta. Dari total anggaran senilai US$150 juta itu, Rp750 miliar akan dipakai selama 3 tahun ke depan. Anggaran tersebut berasal dari kas internal perseroan.
Untuk tahun ini, perseroan meng gelontorkan sekitar Rp500 miliar untuk mengoperasikan televisi berbayar yang akan diberi nama Viva Sky itu.
Anggaran senilai Rp500 miliar berasal dari belanja modal 2014 yang bernilai total Rp1 triliun. Sebanyak Rp400 miliar dari belanja modal dipakai untuk membangun studio dan sekitar Rp50 miliar untuk membangun infrastruktur digital terestrial televisi tidak berbayar. VIVA saat ini sibuk mencari mitra strategis untuk mengoperasikan Viva Sky.
Neil Tobing, Sekretaris Perusahaan Visi Media Asia, mengatakan perseroan sedang mencari mitra strategis dari dalam negeri.
“Sampai sekarang belum kami temukan mitra itu. Akan kami umumkan pada Maret,” kata Neil, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Selasa (18/2/2014).
Perseroan belum memutuskan bentuk perusahaan yang akan mengoperasikan Viva Sky. Ada kemungkinan membentuk perusahaan patungan dengan mitra strategis atau menyelipkannya ke anak usaha saat ini.
“Kalau buat perusahaan patungan kami harus membayar pajak dan lain-lain. Kami harus cari cara yang paling efisien.”
Awalnya, Viva Sky ditargetkan beroperasi pada kuartal IV/2013. Saat akhir tahun lalu, perseroan merevisi rencananya menjadi Januari 2014 yang kemudian diundur lagi menjadi Maret 2014. Perseroan tidak menyebut alasan mundurnya waktu peluncuran.
Masuknya VIVA ke bisnis layanan televisi berbayar merupakan langkah VIVA untuk menyediakan konten di pelbagai platform.