Bisnis.com, JAKARTA – Kepastian pengurangan pembelian aset the Federal Reserve mulai Januari 2014 diperkirakan tidak berpengaruh signifikan terhadap pasar obligasi RI, setidaknya pada paruh pertama 2014.
The Fed diprediksi tidak akan menaikkan suku bunga acuan secara drastis sepanjang 2014 setelah 5 tahun terakhir dijaga di level 0%-0,25% akibat inflasi yang masih di bawah 2%.
Akibatnya, imbal hasil (yield) US Treasury bertenor 10 tahun tak akan melesat terlalu jauh dari posisi 2,8%-2,9% saat ini. Pada gilirannya, imbal hasil surat utang negara (SUN) pun, yang selama ini berkorelasi erat dengan US Treasury yield karena kepemilikan asing yang di atas 30%, tidak akan naik signifikan.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handi Yunianto mengatakan pasar obligasi 2014 masih akan diwarnai volatilitas seiring penarikan bertahap stimulus moneter, tetapi masih ada peluang perbaikan pada akhir tahun.
“Kami percaya beberapa variabel yang tadinya faktor negatif akan membaik di 2014. Pertama inflasi, lalu kami berharap ada perbaikan dari sisi currency. Kami juga tidak meng-expect ada kenaikan US Treasury yield,” katanya, Jumat (20/12/2013).
Konsensus analis yang dihimpun Bloomberg mengekspektasi US Treasury yield akan menanjak ke 3% mulai kuartal II/2014 dan akhirnya mencapai 3,4% pada kuartal IV/2014.
Analisis sensitivitas menunjukkan setiap kenaikan 1 percentage point US Treasury yield akan meningkatkan imbal hasil SUN 1,3 percentage point. Pekan lalu, yield obligasi pemerintah bergerak di kisaran 8,4%.
Namun, kenaikan imbal hasil SUN diprediksi tidak akan terlalu tinggi mengingat spread antara obligasi RI dengan US Treasury 10 tahun sudah di level 5,8-6 percentage point.