Bisnis.com, JAKARTA - Sejumlah emiten yang memiliki utang dalam valuta asing (valas) dipusingkan oleh biaya bunga yang membengkak, akibat depresiasi nilai tukar rupiah. Tahun ini, beban selisih kurs dipastikan melonjak.
PT Alam Sutera Realty Tbk. (ASRI) dan PT MNC Sky Vision Tbk merupakan dua dari sejumlah emiten yang harus merogoh kocek lebih dalam akibat utang valas tersebut.
Direktur Keuangan MNC Sky Effendi Budiman mengatakan rugi selisih kurs yang harus ditanggung emiten televisi berbayar itu diperkirakan makin besar akibat depresiasi rupiah dan nilai utang valas yang melambung.
Membengkaknya beban selisih kurs disebabkan nominal kurs rupiah terhadap dolar AS tahun ini yang jauh berbeda dibandingkan dengan tahun lalu, yakni dari kisaran Rp9.500 menjadi Rp11.500-an per US$ saat ini.
Dia berharap kurs rupiah terhadap dolar AS pada akhir tahun ini tidak berada jauh dari level Rp11.000 sehingga kerugian selisih kurs perseroan bisa terjaga.
“Sebenarnya kami sulit prediksi seberapa besar naiknya, itu bergantung pemerintah dan kondisi rupiah sekarang akhir tahun ini. Hanya harapannya jangan jauh dari Rp11.000,”ujar Effendi kepada Bisnis, seperti dilaporkan Harian Bisnis Indonesia, Selasa (3/12/2013).
Menurut laporan keuangan perseroan, kerugian selisih kurs MNC Sky per akhir September 2013 mencapai Rp358,99 miliar atau melesat 189% dibandingkan dengan Rp124,13 miliar pada periode yang sama tahun lalu.
Sebagai gambaran, kurs rupiah yang tercantum dalam laporan keuangan MNC Sky tercatat hanya Rp9.670 per US$ pada akhir 2012, jauh berbeda dengan kurs rupiah per 30 September 2013 yang sudah melonjak ke level Rp11.613 per US$.
Berdasarkan perhitungan, peningkatan beban selisih kurs MNC Sky sebesar 20% pada sembilan bulan pertama 2013 dikontribusi oleh pelemahan rupiah.
Terlebih, jumlah utang perseroan dalam bentuk valas semakin besar pascaperolehan komitmen pinjamansindikasi US$250 juta dari sejumlah perbankan swasta asing untuk percepatan pemba yaran utang obligasi US$165 juta.
“Walaupun kami refinancing, utangnya tetap ada yang valas juga, tetap US$165 juta, jadi beban utangnya sama saja, hanya bunga yang menyusut,” tuturnya.
Dengan kondisi tersebut, Effendi memastikan rugi bersih perseroan akan semakin membengkak pada akhir 2013. “Kalau mau me lihat kinerja perusahaan yang sesungguhnya seharusnya melihat EBITDA. Kalau kerugian selsiih kurs itu hanya pencatatan saja, bukan kerugian riil,” ucapnya.
ALAM SUTERA
Dihubungi terpisah, Corporate Secretary Alam Sutera Hendra Kurniawan mengatakan beban bunga perseroan dipastikan membengkak.
“Depresiasi rupiah berdampak ke beban bunga obligasi kami dalam dolar AS. Kami punya utang obligasi yang totalnya sebesar US$385 juta,” ujarnya.
Utang valas Alam Sutera tersebut terdiri atas dua yakni sebesar US$150 juta yang memiliki jangka 5 tahun dan US$235 juta yang akan jatuh tempo dalam waktu 7 tahun.
“Yang menjadi masalah adalah rugi kurs yang bakal terus bertambah jika rupiah tak kunjung menguat,” katanya.
Pada 27 Maret 2012, melalui entitas anaknya Alam Sutera International Pte. Ltd., perseroan menerbitkan obligasi senilai US$150 juta dengan bunga tetap sebesar 10,75% per tahun.
Obligasi berjangka 5 tahun itu akan jatuh tempo pada 27 Maret 2017, dengan bunga yang di bayarkan setiap 6 bulan terhitung mulai 27 September 2012.
Selengkapnya baca di Harian Bisnis Indonesia edisi Selasa (3/12/2013) atau di http://epaper.bisnis.com/index.php/ePreview