Bisnis.com, JAKARTA - PT Tower Bersama Infrastructure Tbk berencana menggunakan separuh dana hasil obligasi berkelanjutan tahap I/2013 untuk membangun menara telekomunikasi maksimal sebanyak 500 unit pada 2014.
Direktur Utama Tower Bersama Herman Setya Budi menyampaikan 50% dana hasil perolehan obligasi atau sekitar Rp250 miliar-Rp500 miliar akan dipakai seluruhnya untuk membangun menara di seluruh kawasan Indonesia.
“Kebutuhan dana pembangunan satu unit tower Rp1 miliar-Rp1,1 miliar, tapi ekspansi tahun depan tidak hanya dari obligasi, dari sumber dana lain juga ada,”ujarnya, Selasa (12/11/2013).
Dia menyebutkan anggara belanja modal tahun depan tidak akan jauh berbeda dengan 2013. Realisasi belanja modal sampai 6 bulan pertama 2013 tercatat Rp1,2 triliun.
Per Juni, Tower Bersama memiliki dan mengoperasikan 9.308 menara dan 15.293 penyewaan. Lokasi menara bervariasi secara merata, baik pulau Jawa dan Bali maupun Sumatra, Kalimatan, dan Sulawesi.
Dalam paparan publik, Tower Bersama mengumumkan target pokok emisi obligasi berkelanjutan tahap I/2013 senilai Rp500 miliar dengan target maksimal Rp1 triliun.
Obligasi terdiri dari 3 seri, yakni seri A bertenor 1 tahun ditetapkan pada level 8,25%-9%. Sementara itu, surat utang seri B bertenor 3 tahun berkisar di level 9%-9,85%, dan seri C tenor 5 tahun pada tingkat kupon 9,1%-10%.
Harry B. Mantoro, Direktur Utama PT HSBC Securities Indonesia selaku penjamin emisi menyampaikan faktor yang mendasari kisaran kupon antara lain peringkat utang yang berada di level AA- dari Fitch Ratings, tingkat imbal hasil obligasi sejenis di pasar sekunder, serta kondisi industri sejenis. Level kupon juga sudah mempertimbangkan potensi kenaikan suku bunga acuan yang akhirnya terjadi saat ini.
“Beberapa bulan terakhir tidak banyak obligasi dari korporasi sektor infrastruktur, lebih banyak multifinance, saya kira investor butuh diversifikasi jadi kami optimis terserap,” paparnya.
Bertindak sebagai penjamin emisi ialah PT HSBC Securities Indonesia, PT Indo Premier Securities, PT NISP Sekuritas, PT UOB Kay Hian Securities. Sementara itu, wali amanat yakni PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Menguntungan TBIG
21 Oktober lalu, perusahaan investasi Morgan Stanley merilis memperkirakan emiten sektor menara berpotensi mengalami penurunan kinerja keuangan pada 2014. Konsolidasi operator dan pemangkasan anggaran belanja modal oleh operator telekomunikasi dinilai menjadi penyebab utama terganggunya pendapatan penyedia infrastruktur telko.
Analis Morgan Stanley Navin Killa menurunkan estimasi laba perusahaan menara sekitar 10%. Dia juga menyusutkan target harga saham Tower Bersama dan PT Sarana Menara Nusantara Tbk masing-masing 19% dan 4% menjadi Rp4.800 dan Rp2.700.
Menanggapi hal itu, Herman berpendapat, konsolidasi memang akan mendorong efisiensi belanja modal operator, tetapi hanya dalam jangka pendek.
“Dengan adanya konsolidasi memang seolah-olah sebagian BTS [base transceiver station] tidak terpakai, perusahaan tower terpengaruh, tapi hanya jangka pendek,” katanya
Jika dilihat dalam jangka panjang, sambungnya, konsolidasi operator akan melonggarkan persaingan sehingga perang tarif meredam. Dengan begitu, operator akan lebih agresif memberi layanan maksimal untuk pelanggan, seperti memperluas jaringan yang berdampak positif bagi perusahaan menara.
Selain itu, sejumlah operator sedang mengembangkan frekuensi 1.800 Mhz yang digunakan untuk layanan long term evolution (LTE). Nantinya, operator diperkirakan berupaya keras memenuhi kapasitas kebutuhan jaringan dan menjadi peluang bagi perusahaan infrastruktur telko.
“Sebenarnya agak lucu karena Tower Bersama baru saja masuk dalam indeks MSCI. Ini mengindikasikan perusahaan punya masa depan yang stabil dengan pertumbuhan terjaga,” ucapnya.