Bisnis.com, JAKARTA—PT Budi Starch & Sweetener Tbk (BUDI) telah merealisasikan pembelian kembali (buyback) saham sebanyak 11,35 juta atau 0,28% saham dari jumlah saham yang beredar.
Produsen tepung tapioka dan pemanis buatan berbahan dasar singkong itu telah menyiapkan dana Rp25 miliar untuk melakukan buyback saham di tengah anjloknya indeks harga saham gabungan (IHSG).
“Perseroan telah buyback 0,28% saham yang dilakukan 5—6 September, 9—13 September, dan 16—20 September lalu, sehingga saham yang masih dapat dibeli kembali mencapai 4,67%,” ujar Presiden Direktur Budi Starch & Sweetener Santoso Winata dalam keterbukaan informasi di Bursa Efek Indonesia, Senin (23/9/2013).
Dana buyback saham sebesar Rp25 miliar tersebut berasal dari dana cadangan perseroan, yakni saldo laba perusahaan yang belum ditentukan penggunaannya, senilai Rp209,6 miliar per 30 Juni 2013 lalu.
Menurutnya, rencana buyback saham perusahaan yang dulu bernama PT Budi Acid Jaya Tbk itu akan dilaksanakan dalam jangka waktu paling lama 3 bulan pada 5 September—4 Desember 2013.
Penggunaan dana tersebut dipastikan tidak akan menyebabkan kekayaan bersih perseroan menjadi lebih kecil dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh ditambah cadangan wajib yang telah disisihkan.
“Jumlah nilai nominal seluruh saham yang akan dibeli kembali tidak akan melebihi 5% dari jumlah modal ditempatkan dan disetor penuh perseroan,” ujarnya.
Dengan asumsi perusahaan menggunakan seluruh dana yang dicadangkan untuk pembelian kembali saham, maka laba bersih perusahaan akan menurun akbat hilangnya pendapatan bunga deposito dari dana sejumlah tersebut.
Meskipun demikian, perusahaan yang bernaung di bawah kelompok usaha Sungai Budi Group (SBG) itu yakin pelaksanaan buyback saham tidak akan memberikan dampak negatif yang material terhadap kegiatan usaha perusahaan.
Hal itu disebabkan Budi memiliki modal kerja serta saldo kas dan setara kas yang dinilai cukup untuk membiayai kegiatan usaha perseroan.
“Pembelian kembali saham akan dilakukan pada harga yang dianggap baik dan wajar oleh manajemen perusahaan,” tuturnya.
Di samping itu, perusahaan berharap masih memiliki potensi untuk meningkatkan leverage perusahaan bila diperlukan.