Bisnis.com, Indonesia—Dolar AS jatuh dalam 4 minggu di tengah tanda-tanda pemulihan ekonomi Eropa, mempersempit kesenjangan antara pertumbuhan di ekonomi terbesar dunia tersebut dengan negara-negara maju lainnya.
Euro menguat 0,5% terhadap dolar selama seminggu setelah produksi industri di Jerman, ekonomi terbesar Eropa, naik pada Juni. Poundsterling menguat terhadap 12 dari 16 mata uang utama setelah ekspor Inggris naik ke rekor.
Menurut survei Bloomberg, indeks harga konsumen AS meningkat 0,2% pada Juli, karena pedagang menimbang apakah pertumbuhan ekonomi akan cukup bagi Federal Reserve AS untuk mengurangi langkah-langkah stimulus bulan depan.
Brian Kim, ahli strategi mata uang RBS Securities di Stamford, Connecticut, mengatakan apa yang terjadi dengan dolar saat ini, tampaknya lebih banyak karena faktor eksternal.
“Adapun bagi The Fed, pasar telah mendapat pesan, pengurangan stimulus tidak terlalu menjadi dampak saat ini," katanya seperti dikutip di Bloomberg, Sabtu (10/8/2013).
Sementara itu Bloomberg US Dollar Index, yang membandingkan dolar AS terhadap 10 mata uang utama, turun 1,2% minggu ini di New York ke 1.016,93, penurunan terbesar sejak periode yang berakhir 12 Juli.
Dolar AS terdepresiasi 2,8% menjadi 96,21 yen, penurunan terbesar sejak pekan yang berakhir 14 Juni. Mata uang AS tersebut naik 0,3% menjadi US$1,3342 per euro. Sementara euro turun 2,3% menjadi 128,39 per yen. (ltc)