Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

OBLIGASI: Respons Pasar Diyakini Masih Positif

BISNIS.COM, JAKARTA--Pasar obligasi diyakini masih merespons positif jika pemerintah kembali menerbitkan surat berharga negara sebagai langkah pembiayaan untuk menjaga defisit anggaran di level 2,5% hingga akhir tahun.

BISNIS.COM, JAKARTA--Pasar obligasi diyakini masih merespons positif jika pemerintah kembali menerbitkan surat berharga negara sebagai langkah pembiayaan untuk menjaga defisit anggaran di level 2,5% hingga akhir tahun.

Kepala Ekonom Bank Mandiri Destry Damayanti mengatakan surat utang negara (SUN) masih memiliki momentum karena likuiditas domestik dan serapan dari perbankan serta bank sentral masih kuat, sekalipun Standard & Poor’s menurunkan prospek utang RI ke posisi ‘stabil’.

Dia menilai penerbitan obligasi cukup wajar untuk menutup penerimaan pajak yang kemungkinan besar direvisi dalam RAPBN-P 2013 karena sulit mencapai target awal Rp1.193 triliun.

“Sebetulnya kalau lihat dari likuiditas domestik, masih kencang. Kita juga punya strong demand-nya. Selain dari bank, juga ada BI (Bank Indonesia) di situ,” katanya, Minggu (12/5/2013).

Meskipun demikian, Destry mengingatkan agar penerbitan surat utang tak berlebihan karena suplai yang terlampau banyak dapat menekan harga bond.

Apalagi, imbal hasil (yield) obligasi RI relatif rendah dan ekspektasi inflasi menyebabkan investor berhati-hati masuk ke pasar obligasi domestik.

Dalam APBN 2013, pemerintah mematok pembiayaan Rp153,3 triliun yang berasal dari pembiayaan dalam dan luar negeri.

“Kalau kita lihat, demand-nya masih ada, meskipun inflow yang masuk ke bond tidak sederas sebelumnya. Inflow kita sekarang lebih banyak ke stock (pasar modal) kan,” tutur Destry.

Seperti diketahui, pemerintah memastikan akan memperlebar defisit anggaran dari 1,65% menjadi 2,5% terhadap produk domestik bruto (PDB) dalam RAPBN-P 2013.

Destry menilai revisi itu cukup realistis dengan kondisi fiskal saat ini. Menurutnya, kombinasi kebijakan yang dilakukan pemerintah sudah tepat, yakni dengan mengurangi anggaran subsidi BBM, pemangkasan belanja kementerian/lembaga (K/L) dan penerbitan SBN.

“Adjusment (penyesuaian) di anggaran subsidi BBM tidak cukup. Makanya, ada pengurangan pengeluaran di kementerian. Dari sisi revenue juga harus ada offset (menutup kekurangan) dari pembiayaan karena penerimaan pajak yang tidak sesuai target,” ujarnya. (ra)

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Rustam Agus
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper