BISNIS.COM, JAKARTA - PT Eterindo Wahanatata Tbk mencatat laba bersih senilai Rp38,5 miliar hingga akhir 31 Desember 2012, atau tumbuh 18,9% dari laba bersih 2011 sebesar Rp32,4 miliar.
Sementara itu, untuk pendapatan meningkat sebesar 10,8% dari Rp904,2 miliar menjadi Rp1,02 triliun.
Presiden Direktur Eterindo Immanuel Sutarto mengatakan peningkatan pendapatan dan laba bersih itu didukung oleh volume penjualan biodiesel sebesar 61,60%, dari 38,78 metrik ton menjadi 62,69 metrik ton.
Peningkatan penjualan volume itu, merupakan hasil percepatan pelaksanaan peraturan mandatori dan roadmap kandungan biodiesel pada sektor transportasi bersubsidi dari 5% menjadi 7,5%, sejak Februari 2012 lalu.
"Kinerja biodiesel ini berhasil meningkatkan kontribusi pendapatan biodiesel terhadap total pendapatan menjadi 63,7%, dari 46,4% tahun lalu," ujar Immanuel dalam siaran persnya.
Dia menjelaskan untuk perolehan laba kotor perusahaan meningkat sebesar 21,7%, dari Rp106,9 miliar menjaid Rp130,1 miliar, dipicu oleh pengelolaan harga pokok penjualan yang meningkat hanya 9,4 year on year.
Sedangkan untuk laba operasional, meningkat 15% dari Rp69,1 miliar menjadi Rp79,5 miliar, dipicu oleh beban usaha yang meningkat hanya 33,9% dari Rp37,8 miliar menjadi Rp50,6 miliar seiring dengan program ekspansi yang sedang dilakukan perseroan di bisnis biodiesel dan perkebunan kelapa sawit.
"Peningkatan laba operasional itu mendorong peningkatan ebitda 8,5% dari Rp78,1 miliar menjadi Rp84,7 miliar," tambahnya.
Berdasarkan data perusahaan, laba sebelum pajak mengalami penurunan 39,1%, dari Rp90 miliar menjadi Rp54,8 miliar karena tahun 2011 perusahaan memperoleh keuntungan dari kenaikan nilai wajar properti investasi sebesar Rp40,3 miliar yang merupakan one-offnon cash gain-non operasional.
Sementara itu, Direktur Keuangan Eterindo Dahlia Tarjoto mengatakan margin kotor juga juga tumbuh dari 11,8% menjadi 13%, margin operasi dari 7,6% menjadi 7,9%, dan margin laba bersih inti tumbuh dari 3,6% menjadi 3,8%.
Menurutnya, peningkatan juga terjadi pada total aset lancar sebesar 26% atau dari Rp234,5 miliar, menjadi Rp295,9 miliar, yang dipicu oleh peningkatan piutang usaha sebesar 57,7%, dari Rp119,5 miliar, menjadi Rp188,4 miliar.
Peningkatan itu juga didorong oleh peningkatan pajak bayar dimuka sebesar 614% dari Rp4,5 miliar, menjadi Rp32,3 miliar, yang sebagiam besar karena adanya peningkatan penjualan biodiesel pada PT Pertamina Persero.
Kemudian, katanya, untuk total aset tidak lancar juga tumbuh 72,2%, dari Rp386,2 miliar, menjadi Rp665,1 miliar, karena adanya peningkatan kapasitas pabrik biodiesel dari 70.000 metrik tons pertahun, menjadi Rp140.000 metrik tons.
"Peningkatan juga dipicu oleh penambahan tanaman perkebunan sebesar 22,4% dari Rp175,5 miliar, menjadi Rp214,5 miliar karena peningkatan luas area tertanam kelapa sawit sebesar Rp18,4%," katanya.
Perusahaan juga mencatat total debt naik 115,7% dari Rp165,2 miliar, menjadi Rp356,3 miliar, meski rasio debt terhadap equity masih rendah yakni 0,81 kali.
Sedangkan untuk laba yang ditahan meningkat 109,3% dari defisit Rp317,6 miliar menjadi Rp29,6 miliar, karena adanya proses kuasi reorganisasi yang telah dirampungkan perusahaan. (Faa)