JAKARTA: Harga batu bara anjlok ke level terendah dalam lebih dari 2 tahun terakhir akibat melambatnya ekonomi China, konsumen terbesar dunia.
Berdasarkan data IHS McCloskey, harga batu bara Newcastle, acuan Asia, berada pada harga US$85,25 per pada13 Juli.
Harga sempat mencapai puncaknya sebesar US$118,95 per ton pada Februari dan harga rata-rata tahun ini sebesar US$102 per ton.
Seperti dikutip dari Bloomberg, harga bahan bakar pembangkit listrik tersebut mungkin akan rebound karena rendahnya harga mengancam jumlah produksi Indonesia.
Produksi batu bara dari Indonesia tahun ini diperkirakan sebesar 360 juta ton , tidak berubah dari 2011 atau turun dari perkiraan sebelumnya sebesar 390 juta.
Menurut UBS AG, terpangkasnya jumlah produksi dari Indonesia tersebut akan menahan kemerosotan harga ke bawah US$80 per ton. Bulan lalu, harga komoditas energi tersebut berada pada posisi US$83 per ton. Adapun Australia & New Zealand Banking Group Ltd menilai anjlloknya harga batu bara tersebut mengancam kelangsungan buruh tambang di Indonesia.
Disisi lain, menurut PT Adimitra Baratama Nusantara penurunan harga antara US$5 hingga US$10 per ton akan mempercepat penurunan produksi.
"Jika harga Newcastle turun ke bawah US$80 per ton, penambang akan menahan diri untuk menjual. Mungkin lebih dari 15% dari produksi batu bara saat ini harganya di bawah biaya produksi," ujar Michael Sorjadi, Direktur Pemasaran PT Adimitra Baratama Nusantara seperti dikutip dari Bloomberg, Rabu (18/7/2012).
Harga Newcastle merosot tahun ini karena melambatnya permintaan China di tengah melimpahnya stok. Mengacu data bea cukai, China, konsumen terbesar atas batu bara Indonesia, mengimpor 5,8 juta ton batubara termal dan kokas pada Mei, turun 29% dari 8,2 juta ton pada Desember. (sut)