Bisnis.com, JAKARTA – Emiten operator telekomunikasi, PT Smartfren Telecom Tbk. menyebut kinerja perseroan tahun ini akan membaik, dengan target pendapatan tumbuh dalam rentang 10%—19%. Secara simultan, perseroan akan meluncurkan strategi untuk memperbaiki kinerja laba bersih.
Presiden Direktur Smartfren Telecom Merza Fachys menyampaikan bahwa selama 2017, kinerja perusahaan terpukul dari beban perseroan dan bunga pinjaman yang cukup tinggi. Untuk itu, perseroan akan menggunakan dana yang diperoleh dari skema Obligasi Wajib Konversi (OWK).
“Pengaruh [penyebab laba tergerus] yang paling besar adalah interest dan depresiasi, perseroan harus melakukan efisiensi operasional. Tahun ini, ada pinjaman yang cukup besar akan jatuh tempo, akan kami bayarkan dengan menggunakan dana dari OWK,” ungkap Merza di Jakarta, Rabu (30/5).
Merza mengungkapkan pinjaman yang akan jatuh tempo tersebut berdenominasi dolar. Perseroan akan menggunakan dana yang diperoleh dari OWK III dengan target perolehan dana sebesar Rp5 triliun.
Perseroan sebelumnya telah menerbitan OWK II dengan target perolehan dana sebesar Rp9 triliun. Dari nilai tersebut, sebesar Rp3,8 triliun telah dikonversi, sehingga perseroan memiliki Rp5,2 triliun OWK II yang belum dikonversi oleh investor. Adapun, batas konversi OWK II adalah 5 tahun, hingga 2022.
Merza menjelaskan dari sisi bottomline, kerugian perseroan pada tahun lalu memang membesar, namun kinerja perusahaan dinilai sudah ontrack. Beberapa indikasinya yaitu pendapatan perseroan yang konsisten tumbuh, nilai ARPU yang meningkat, dan Ebitda perseroan yang tumbuh signifikan pada 2017.
Direktur Smartfren Telecom Djoko Tata Ibrahim mengungkapkan pada tahun ini perseroan menargetkan untuk dapat meningkatkan jumlah pelanggan. Pada akhir 2017, jumlah pelanggan FREN mencapai 11,5 juta, namun tergerus menjadi 7 juta pascakebijakan registrasi. Hingga akhir tahun ini, perseroan menargetkan dapat menjankau 15 juta pelanggan.
Djoko menyampaikan awal tahun ini Smartfren Telecom telah meluncurkan produk unggulannya yaitu paket unlimited dengan harga terjangkau. Dengan produk tersebut, perseroan menyasar pelanggan baru, sekaligus pelanggan operator lain.
“Dulu kami sangat mengandalkan pendapatan dari Andromax, namun langkah itu tidak cukup untuk mendorong pertumbuhan yang kami inginkan. Oleh karena itu, kami jalin kerja sama bundling dengan Samsung yang pangsa pasarnya mencapai 49%,” ungkap Djoko.
Pada tahun lalu, perseroan menggelontorkan investasi US$300 juta untuk penguatan jaringan 4G LTE. Pada tahun ini, perseroan akan memperkuat jaringan hingga 20.000 BTS dengan taksiran kebutuhan dana US$200 juta. Dana tersebut akan berasal dari kas internal 15%, sedangkan sisanya dari pinjaman perbankan.