Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan di industri perbankan sangat ketat, baik untuk perebutan pasar kredit maupun dana. Tetapi, setiap bank memiliki strategi tersendiri dalam mempertahankan bisnisnya, terutama untuk kelompok bank kecil.
Salah satu bank kecil yang bertahan baik hingga saat ini adalah PT Bank Harda Internasional Tbk. Saat berdiri pada 10 Februari 1993, pemegang saham menyematkan nama PT Bank Arta Griya, hingga mampu bertransformasi menjadi bank publik berkode BBHI.
Awalnya, Bank Harda adalah salah satu bank yang mengais margin di kawasan perniagaan Glodok sampai Mangga Dua, Jakarta Barat. Pertama kali berdiri, bank itu memiliki kantor pusat di jalan Pinangsia nomor III, Jakarta Barat.
Kemudian, pada Agustus 1995 Bank Harda kantor pusat pindah ke kawasan Grand Boutique Centre, Mangga Dua. Terakhir, perseroan kembali memindahkan kantor pusatnya ke gedung Asean Tower di jalan KH. Samanhudi, Jakarta Pusat, atau dekat kawasan Pasar Baroe.
Sebagai bank umum kegiatan usaha (BUKU) I yang memiliki modal di atas Rp100 miliar sampai Rp1 triliun, manajemen Bank Harda mengklaim tetap bisa bersaing dengan bank besar
apabila masih berada di ‘daerah kekuasaannya’ yakni di kawasan perniagaan.
Direktur Utama Bank Harda Barlian Halim mengungkapkan, perseroan memiliki nasabah yang loyal, terutama yang berasal dari para pengusaha di kawasan tersebut.
Untuk menggaet nasabah tersebut, ungkapnya, manajemen memerlukan kerja ekstra karena mencari para pengusaha yang sudah memiliki bisnis cukup lama, tetapi belum tersentuh
oleh perbankan. “Masih banyak nasabah tradisional seperti itu, dan mereka itu potensial serta loyal,” ujarnya kepada Bisnis beberapa waktu lalu.
Barlian menuturkan, dalam menangkap nasabah segmen tradisional tidak hanya membutuhkan kerja keras, tetapi juga edukasi. Dengan adanya edukasi itu, nasabah tradisional menjadi
lebih percaya dan loyal.
Namun, Bank Harda tidak mau terlalu larut pada zona nyaman. Perseroan memiliki rencana jangka panjang untuk berkembang lebih besar. “Kalau, kami ingin terus memperbesar Bank Harda lebih besar lagi berarti harus menjamah pasar yang lebih besar lagi. Sampai nantinya secara alami akan bersaing dengan kelompok bank BUKU III dan IV,” sebutnya.
Bank Harda pun bersiap naik kelas ke BUKU II agar bisa menjamah produk digital banking. Pada tahap awal, perseroan tengah memproses penerbitan saham baru atau rights issue senilai Rp100 miliar pada akhir tahun ini.
Selain itu, agar bisa naik kelas, Bank Harda membuka diri untuk mitra strategis. “Kami sih berharap lebih cepat lebih baik. Cuma itu semua tergantung pada pemegang saham. Nah, pemegang saham juga tergantung kepada calon mitra strategis nantinya,” tuturnya.
Bank publik itu menargetkan dalam tiga tahun ke depan bisa naik kelas. "Kan, 2018 sudah di depan mata, jadi ya 2019-2020 bisa untuk naik kelas. Kami tinggal persiapkan langkah saja,” kata Barlian.
Sampai saat ini posisi pemegang saham Bank Harda adalah PT Hakimputra Perkasa sebesar 72,66%, Kwee Sinto sebesar 5,42%, dan publik 21,92%.