Bisnis.com, LONDON – Harga minyak diprediksi akan terus anjlok sampai akhir tahun ini. Khusus untuk harga minyak Brent diprediksi akan berada di kisaran US$52,5 per barel.
Jason Kenney, analis Banco Santader SA, mengatakan pasokan minyak global masih menumpuk dan penguatan harga pada pekan lalu bukan pertanda bahwa permintaan meningkat.
“Saya merasa pergerakan harga minyak saat ini masih bisa berbalik arah dengan tajam,” ujarnya seperti dilansir Bloomberg pada Sabtu (28/2/2015).
Kenney adalah analis yang dengan tepat memperkirakan gerak rebound harga minyak saat krisis dan kejatuhan harga minyak 2008.
Saat itu, dia memperkirakan harga minyak Brent akan pulih ke level rata-rata US$60 pada 2009, setelah pada 2008 harga minyak anjlok 75%. Hasilnya, harga minyak Brent dari patokan internasional di Intercontinental Exchange (ICE) Europe menunjukkan harga rata-rata Brent pada 2009 adalah US$62,67 per barel.
Namun, dia mengatakan untuk kasus penurunan harga minyak sejak 2014 ini berbeda dengan jatuhnya harga minyak pada 2008.
“Kasus 2014 lebih mirip dengan kasus 1980 di mana saat itu pasokan minyak berlebih karena ada pengembangan produksi minyak lepas pantai di Laut Utara dan Teluk Meksiko, sedangkan pada 2008 kasusnya karena permintaan yang menyusut,” ujarnya.
Dia juga melihat aktivitas para trader yang memperkirakan produksi minyak Amerika Serikat (AS) akan turun seiring penurunan aktivitas rig sia-sia.
“AS akan terus berusaha melakukan efisiensi tanpa harus memangkas produksi, mungkin saat ini biaya operasional shale oil sudah jauh lebih murah dibandingkan dengan beberapa tahun lalu,” ujarnya.
Dia yang memperkirakan harga Brent akan berada pada level US$52,5 per barel pada tahun ini diambil berdasarkan rencana perusahaan minyak dunia yang menganggarkan harga minyak tahun ini berada di level US$50 per barel.
Pada perdagangan Jumat kemarin, harga minyak Brent naik 4,21% menjadi US$62,58 per barel.
Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel
