Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

KURS RUPIAH: BI Mulai Gusar Nilai Tukar Rp12.000

Bank Indonesia mengakui nilai tukar rupiah Rp12.000 per dolar Amerika Serikat sudah melampaui level yang diinginkan otoritas moneter.
Dolar AS/Bisnis
Dolar AS/Bisnis

Bisnis.com, JAKARTA - Bank Indonesia mengakui nilai tukar rupiah Rp12.000 per dolar Amerika Serikat sudah melampaui level yang diinginkan otoritas moneter.

Deputi Gubernur Senior BI Mirza Adityaswara menyatakan kurs yang nyaman bagi bank sentral berkisar Rp11.600-Rp11.900 per dolar AS.

"Kurs Rp11.600-Rp11.900 per dolar AS kalau menurut Bank Indonesia sudah cukup sebagai kurs yang undervalue, karena bagus untuk ekspor dan bisa mengurangi impor," katanya, Jumat (19/9/2014).

Mirza menuturkan pelemahan rupiah dalam sepekan terakhir merupakan imbas dari reposisi dana fund managers dari negara berkembang yang menunggu hasil pertemuan dua hari the Federal Open Market Commitee (FOMC) yang berakhir 17 September. Sepanjang pekan ini, rupiah tercatat melemah 1,3% terhadap greenback.

Sementara itu, setelah sempat terdepresiasi karena merespons kenaikan proyeksi suku bunga acuan the Fed sebesar 25 basis poin menjadi 1,375% pada akhir 2015, rupiah kemarin berbalik menguat 0,1% ke posisi Rp11.970 per dolar AS, menurut Bloomberg Dollar Index.

BI pun mencatat apresiasi rupiah 0,37% menjadi Rp11.985 per dolar AS setelah melemah 1,02% menurut the Jakarta Interbank Spot Dollar Rate (Jisdor).

Saat ditanya apakah penguatan ini akibat intervensi BI, Mirza mengatakan otoritas moneter akan selalu berada di pasar. Apalagi, pasar keuangan Indonesia belum dalam dengan transaksi valuta asing paling tinggi US$5 miliar per hari.

Kondisi ini, lanjutnya, berbeda dengan negara-negara peers macam Malaysia dan Thailand dengan transaksi valas mencapai US$11 miliar-US$15 miliar per hari.

"Jadi, pasar yang tipis akan lebih mudah kena fluktuasi. Bank Indonesia ya harus memberikan tambahan suplai. Makanya saat ada fluktuasi cukup besar, BI pasti ada di pasar," jelasnya.

Mirza menyampaikan tekanan terhadap rupiah dapat dikurangi ketika pemerintah membenahi kondisi makroekonomi, salah satunya dengan mengurangi subsidi BBM untuk menekan impor minyak.

Dengan demikian, neraca perdagangan akan membaik dan pada gilirannya akan berimbas positif terhadap transaksi berjalan yang selam ini disoroti oleh pelaku pasar.

Transaksi berjalan kuartal II/2014 tercatat defisit US$9,1 miliar, tidak berselisih jauh dari performa periode sama tahun sebelumnya yang defisit US$10,1 miliar.

Di sisi lain, Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menolak menaikkan harga BBM subsidi, padahal langkah itu dipercaya mampu membantu perbaikan transaksi berjalan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Sri Mas Sari
Editor : Sepudin Zuhri
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper