Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Saham Kesehatan Rawan Profit Taking, Investor Cermati Dampak Co-Payment

Aksi ambil untuk atau profit taking membebani gerak saham sektor kesehatan yang tercermin lewat indeks IDX Health yang sebelumnya menanjak awal bulan.
Warga mencari informasi harga saham di Jakarta, Minggu (15/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani
Warga mencari informasi harga saham di Jakarta, Minggu (15/6/2025). Bisnis/Fanny Kusumawardhani

Efek Skema Skema Co-payment

Dalam jangka panjang, skema pembayaran co-payment dinilai bisa memberikan pelemahan terhadap kinerja sektor kesehatan. Terutama bagi emiten rumah sakit. 

Skema co-payment ini baru bakal berlaku pada 1 Januari 2026. Melalui skema co-payment, pemegang polis ketika mengajukan klaim kesehatan wajib menanggung beban 10% dari total klaim asuransi dengan batasan tertentu.

”Meskipun implementasinya masih jauh dan belum ada rincian teknis, pasar mulai mencemaskan dampaknya terhadap perilaku pasien, khususnya dari segmen kelas menengah-bawah,” kata Ekky.

Menurutnya, pasar memiliki kekhawatiran terhadap penurunan volume kunjungan pasien BPJS ke rumah sakit swasta. Hal itu ditakutkan bakal menggerus margin pendapatan perseroan, jika tidak disiasati dengan beragam upaya, salah satunya efisiensi operasional.

”Reaksi pasar ini masih bersifat awal, namun ketidakpastian yang berlarut bisa membuat tekanan terhadap sektor ini berlangsung dalam beberapa bulan ke depan,” lanjutnya.

Begitu pula pandangan Equity Research Analyst Farrell Nathanael, yang melihat skema co-payment bak dua sisi mata uang. Pada satu sisi, skema ini dapat memberikan nilai positif dengan menekan moral hazard dan inflasi biaya Kesehatan. Hal ini bisa membuat premi asuransi lebih terjangkau nantinya.

Akan tetapi, skema co-payment bukan tanpa cela. Emiten rumah sakit dibayang-bayangi tekanan volume pasien jika co-payment terlalu tinggi, sehingga bakal berpengaruh terhadap pendapatan dan profitabilitas perseroan.

”Namun, ini juga menjadi pendorong bagi rumah sakit untuk meningkatkan efisiensi operasional dan kualitas layanan karena pasien kini lebih sadar biaya dan akan memilih fasilitas yang menawarkan nilai terbaik,” katanya saat dihubungi, Senin (16/6/2025).

Selain itu, Research Analyst MNC Sekuritas Muhamad Rudy menerangkan, dampak skema ini sangat bergantung pada kinerja perseroan yang memiliki sumber pendapatan terbesar dari asuransi swasta.

Per kuartal I/2025, PT Mitra Keluarga Karyasehat Tbk. (MIKA) memegang eksposur pendapatan tertinggi dari asuransi swasta, sebesar 57%. Mengekor di belakangnya, PT Siloam International Hospitals Tbk. (SILO) memegang 50% dan PT Medikaloka Hermina Tbk. (HEAL) memegang 26% pendapatan dari asuransi swasta. 

”Kami melihat regulasi ini berpotensi positif untuk arus kas operasional, yang mungkin meningkat karena pembayaran langsung dari pasien asuransi swasta,” kata Rudy dalam risetnya tertanggal Kamis (12/6/2025).

Selain itu, Rudy menilai bahwa skema ini dapat meningkatkan kesadaran merek bagi pelanggan. Dalam jangka panjang, pendapatan lewat asuransi swasta bakal berkontribusi lebih optimal terhadap pendapatan perseroan.

Akan tetapi, sentimen negatif membayangi emiten rumah sakit dari skema ini. Secara jangka pendek, Rudy memperkirakan, volume kunjungan pasien bakal menurun seiring peningkatan biaya yang mesti dibayar oleh pasien sebagai biaya medis mereka. 

Halaman
  1. 1
  2. 2
 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper