Bisnis.com, JAKARTA — Investor asing tercatat melakukan akumulasi surat utang di negara-negara berkembang kawasan Asia, termasuk Indonesia. Prospek dari Surat Utang Negara (SUN) juga dinilai masih cukup menarik di tengah penurunan suku bunga dan apresiasi rupiah.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas Handy Yunianto menjelaskan secara umum minat investor asing terhadap surat utang di Asia yang meningkat, mencerminkan berlanjutnya pencarian yield di tengah ekspektasi penurunan suku bunga global.
“Dengan indeks dolar [DXY] index yang menurun, hal ini membuat tekanan risiko nilai tukar di Asia juga menurun, sehingga mendorong peningkatan permintaan asing ke pasar obligasi,” ucap Handy, Selasa (10/6/2025).
Dalam konteks ini, lanjut Handy, SBN Indonesia masih menjadi salah satu pilihan menarik. Hal tersebut terutama karena menawarkan yield yang relatif tinggi dibandingkan negara peers dengan fundamental yang cukup solid.
Dia mencontohkan fundamental solid tersebut misalnya tercermin dari inflasi yang masih dalam target BI karena masih ada cukup ruangan untuk BI memotong suku bunga. Lalu cadangan devisa yang cukup tinggi yang meminimalkan pelemahan rupiah dan kondisi fiskal yang juga tetap prudent.
“Ini juga sudah tercermin dari penurunan CDS Indonesia, penguatan rupiah dan penurunan yield SBN dalam sebulan terakhir,” ucap Handy.
Di sisi lain, Handy juga menjelaskan terdapat beberapa tantangan yang perlu dicermati ke depan bagi Surat Utang Negara. Tantangan tersebut adalah volatilitas global, terutama terkait arah kebijakan suku bunga The Fed dan ketegangan geopolitik, yang masih bisa mempengaruhi arus modal masuk ke pasar negara berkembang.
Tantangan lainnya datang dari risiko nilai tukar. Pelemahan rupiah yang terlalu tajam dapat memicu capital outflow dan meningkatkan risiko holding SBN bagi investor asing.
“Hitungan break-even level rupiah yang bisa memicu asing keluar adalah Rp17.180,” ujar Handy.