Bisnis.com, JAKARTA - Harga aluminium diperkirakan melonjak lebih dari 20% pada akhir tahun ini karena pasokan menipis dan permintaan dari AS meningkat.
Berdasarkan data Bloomberg, harga aluminium kontrak pengiriman tiga bulanan menguat 0,79% menjadi US$2.483 per metrik ton di bursa London Metal Exchange (LME) pada Rabu (4/6/2025).
Managing Director Harbor Aluminium Jorge Vazquez memperkirakan patokan harga benchmark aluminium itu akan meningkat ke US$3.000 per metrik ton dalam waktu 18 bulan ke depan. Level itu lebih tinggi sekitar 20% dari harga saat ini.
Proyeksi harga aluminium dari Harbor Aluminium ini kontras dengan perkiraan dari Goldman Sachs Group Inc. yang memperkirakan harga justru akan turun ke level rendahnya hingga US$2.100 pada awal 2026.
Adapun, pandangan bullish Harbor Aluminium ini dirilis saat pasar diselimuti ketidakpastian agenda Tarif Trump yang dikhawatirkan bakal memukul inflasi dan pertumbuhan ekonomi.
Terbaru, Trump menandatangani perintah untuk menaikkan tarif baja dan aluminium menjadi 50% dari sebelumnya 25% pada awal pekan ini. Dia mengambil langkah itu untuk melindungi marjin laba industri domestik AS. Data Morgan Stanley menunjukkan AS sendiri mengimpor lebih dari 80% aluminium murni di sepanjang tahun lalu.
"Permintaan global untuk aluminium diperkirakan terus bertambang, dengan AS outperform di sejumlah kesepakatan dagangnya," kata Vazquez, dikutip dari Bloomberg, Kamis (5/6/2025).
Dengan permintaan bertambah dari AS, produsen aluminium di China sepertinya tidak akan banyak menambah pasokan, sehingga sisi penawaran akan mengempis. Dengan bertambahnya permintaan dari sektor utama, maka pasar aluminium global akan cukup ketat dalam beberapa tahun mendatang.
Adapun, perusahaan kosntruksi sudah memperingatkan bahwa tarif untuk aluminium akan meningkatkan beban harga bahan bangunan penting. Aluminium merupakan komponen kunci untuk beberapa produk besar, seperti pesawat terbang, mobil, hingga botol minuman kaleng.