Bisnis.com, JAKARTA – Emiten produk olahan udang PT Indo American Seafoods Tbk. (ISEA) menargetkan pendapatan naik 57,8% pada 2025 menjadi Rp508,91 seiring dengan penguatan pasar ekspor.
Meskipun menghadapi tantangan tarif impor dari Presiden AS Donald Trump, ISEA menyiasatinya dengan mendiversifikasi pasar mancanegara dan melakukan negosiasi ulang dengan pembeli.
Direktur Utama ISEA Ibnu Syena Alfitra menyampaikan pada 2025 nilai penjualan bersih perseroan diperkirakan mencapai Rp508,91 miliar atau bertumbuh 57,8% year-on-year (YoY), dengan kontribusi utama dari penjualan ekspor.
“Kami meyakini ekspor produk kami akan mengalami peningkatan pada tahun ini, sejalan dengan komitmen dan langkah strategis pemerintah dalam mendorong ekspor udang Indonesia dan menciptakan daya saing produk di pasar global, meski saat ini masih dihadapkan pada tantangan terkait tarif ekspor-impor,” jelas Ibnu Syena dalam Paparan Publik, Kamis (5/6/2025).
Ada dua strategi ISEA dalam menghadapi kebijakan tarif Trump. Pertama, melakukan diversifikasi ekspor ke Jepang, China, dan negara potensial lainnya. Kedua, ikut serta bersama asosiasi hingga pemerintah dalam perundingan tarif impor.
Mengacu data Kementerian Kelautan dan Perikanan (KKP), pada Januari 2025, nilai ekspor udang beku Indonesia ke AS mencapai US$94,2 juta, dengan volume ekspor sebanyak 11.100 ton. Pencapaian ini mengalami peningkatan 24% dibandingkan dengan Januari 2024.
Baca Juga
Adapun, keputusan final Departemen Perdagangan AS (USDOC) yang menurunkan tarif antidumping dari 6,3% menjadi 3,9% menjadi faktor pendorong daya saing udang Indonesia di pasar AS. Dengan demikian pada tingkat global, udang asal Indonesia lebih kompetitif dibandingkan produk dari beberapa negara lain yang juga memasok ke AS.
Misalnya, Ekuador dikenakan tarif antidumping sebesar 10,58%, bahkan Vietnam dan India tidak hanya dikenakan tarif antidumping yang lebih tinggi, tetapi juga bea masuk penyeimbang (CVD). Vietnam menghadapi tarif CVD sebesar 2,84% dan anti-dumping 25,76%, sedangkan India dikenakan tarif CVD 5,77% dan anti-dumping mencapai 110,9%.
“Pada dasarnya, Amerika Serikat tetap butuh udang dari Indonesia. Karena itu, kami tidak menghilangkan AS dari target pasar, tetapi hanya mengurangi risikonya saja,” imbuhnya.
Ibnu Syena Alfitra menyampaikan, saat ini ISEA memiliki dua fasilitas produksi di Lampung yang masing-masing dimiliki oleh Perseroan dan anak usaha, PT Indokom Samudra Persada. Pabrik ini berkapasitas produksi pengolahan udang sebanyak 35 ton per hari sehingga total kapasitas produksi mencapai 70 ton per hari. Perseroan juga mempunyai fasilitas cold storage dengan total kapasitas 2.700 ton.
Dari sisi bottom line pada 2025 ISEA memproyeksikan jumlah beban pokok penjualan sebesar Rp383,58 miliar atau hanya meningkat 55,3% YoY. Dengan demikian, perseroan bisa kembali mencatatkan pertumbuhan laba tahun berjalan sebesar Rp7 miliar.
“ISEA optimistis prospek industri udang olahan di 2025 akan lebih baik dibandingkan setahun sebelumnya, karena ditopang oleh fokus industri pada upaya memperkuat pertumbuhan berkelanjutan, efisiensi dan inisiatif memperkuat branding produk udang Indonesia di pasar global, serta adanya penguatan pasar domestik,” ujar Ibnu Syena.
Sejauh ini ISEA dikenal sebagai perusahaan manufaktur produk-produk olahan udang dari jenis udang Vannamei dan Windu, yang menghasilkan produk olahan berupa raw product, cooked product, dan value added product. Perseroan juga melakukan budidaya udang Vannamei melalui PT Indokom Samudra Persada yang memiliki 96 kolam.
Pada 2024, nilai penjualan ISEA mencapai Rp322,56 miliar atau melonjak 61,91% dibandingkan dengan capaian Rp199,22 miliar pada 2023.
“Peningkatan penjualan kami 2024, terutama ditopang oleh peningkatan penjualan ekspor yang mengalami kenaikan hingga 62,59% menjadi Rp319,18 miliar dari Rp196,31 miliar,” katanya.
Sejalan dengan peningkatan penjualan tersebut, beban pokok penjualan di 2024 tercatat mengalami kenaikan 83,99% menjadi Rp246,93 miliar. Peningkatan beban yang cukup signifikan ini dipengaruhi pula oleh kenaikan harga udang, sehingga laba bruto menjadi Rp75,63 miliar atau bertumbuh 16,33%.
Sepanjang 2024, ISEA mencatatkan laba sebelum pajak penghasilan Rp2,32 miliar atau menurun 9%. Dengan adanya beban pajak penghasilan (neto) di 2024 yang mencapai Rp1,97 miliar, maka laba tahun berjalan pada 2024 menjadi Rp348,74 juta atau lebih rendah 80%.
Ibnu Syena menyampaikan, per 31 Desember 2024, ISEA mencatatkan total aset mencapai Rp437,27 miliar atau bertumbuh 26,63% dibandingkan dibandingkan dengan posisi per 31 Desember 2023 yang sebesar Rp345,32 miliar.
Pertumbuhan aset ISEA terutama disebabkan oleh adanya lonjakan jumlah ekuitas per 31 Desember 2024 yang sebesar 64,03% menjadi Rp179,27 miliar. Adapun, peningkatan ekuitas ini dikarenakan pada tahun lalu Perseroan berhasil meraup dana hasil penawaran umum perdana saham (IPO) sebesar Rp72,5 miliar.