Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Jangan Takut, Ini Alasan Rupiah Tidak Akan Sampai ke Rp17.000 per dolar AS

Rupiah diproyeksi akan terus melemah, namun tidak akan sampai menyentuh Rp17.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir 2025 ini.
Pegawai menyortir uang rupiah di cash center atau pusat kas BNI di Jakarta, Selasa (4/2/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha
Pegawai menyortir uang rupiah di cash center atau pusat kas BNI di Jakarta, Selasa (4/2/2025). Bisnis/Himawan L Nugraha

Bisnis.com, JAKARTA — Rupiah diproyeksi akan terus bergerak melemah, namun tidak akan sampai menyentuh Rp17.000 per dolar Amerika Serikat (AS) pada akhir 2025.

Pengamat Forex Ibrahim Assuaibi mengatakan bahwa depresiasi rupiah akan berlanjut dan bisa berada pada level Rp16.900 per dolar AS hingga akhir 2025.

"Rupiah pada akhir 2025 nanti mungkin akan berada pada level Rp16.800-Rp16.900, tapi untuk mencapai level Rp17.000 sepertinya itu berat," katanya kepada Bisnis, Jumat (14/3/2025).

Dia mengatakan bahwa Bank Indonesia (BI) berupaya melakukan intervensi di pasar Domestic Non Deliverable Forward (DNDF), sehingga nilai tukar rupiah masih akan tertolong.

Meski pemerintah cukup gencar melakukan intervensi di pasar DNDF, dia mengatakan bahwa upaya itu juga tidak mungkin akan bertahan kalau perang dagang makin berlarut-larut.

Apabila perang dagang secara global terus terjadi, maka ada kemungkinan besar rupiah akan menyentuh di atas Rp16.700 per dolar AS pada semester I/2025.

"Kalau sudah jebol di atas Rp16.700, untuk naik mendekati level Rp16.800 sampai Rp16.900 pada akhir tahun ini kemungkinan besar akan tercapai," ucapnya.

Selanjutnya, dia melihat bahwa sektor yang akan terdampak negatif dari pelemahan rupiah adalah barang-barang impor, terutama minyak mentah, gas alam, elektronik, pupuk, gandum, kedelai, dan jagung.

Di sisi lain, pengusaha Indonesia yang melakukan ekspor saat rupiah melemah akan diuntungkan. Sektor yang diekspor Indonesia di antaranya, batubara, minyak kelapa sawit (CPO), dan nikel.

Meski begitu, Ibrahim menjelaskan bahwa perbandingan ekspor dan impor Indonesia masih lebih banyak melakukan impor.

"Jadi Indonesia banyak impor dengan harga yang mahal, tetapi ekspornya sedikit," tambahnya.

Dengan demikian, pemerintah diharapkan melakukan strategi bauran ekonomi, dengan pemerintah bekerja sama dengan Bank Indonesia (BI), salah satunya dalam pelaksanaan lelang obligasi.

Selain itu, Bank Indonesia juga disebut penting untuk memberikan informasi yang positif, dan jika diperlukan hingga mengambil kebijakan pemangkasan suku bunga.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Penulis : Erta Darwati
Editor : Dwi Nicken Tari
Bisnis Indonesia Premium.

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Bisnis Indonesia Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper