Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak mentah kembali melemah di hari keempat berturut-turut pada Rabu (5/3/2025), terseret lonjakan stok minyak mentah AS yang melampaui perkiraan.
Sentimen pasar juga dibayangi rencana OPEC+ untuk meningkatkan produksi mulai April serta kebijakan tarif AS terhadap Kanada, China, dan Meksiko.
Melansir Reuters, Kamis (6/3/2025), harga minyak mentah Brent anjlok US$1,74 atau 2,45% ke level US$69,30 per barel, sementara West Texas Intermediate (WTI) AS turun US$1,95 atau 2,86% ke US$66,31 per barel.
Brent sempat menyentuh US$68,33, level terendah sejak Desember 2021. Adapun Brent sempat anjlok ke level terendah sejak Mei 2023 di US$65,22. Namun, minyak pulih setelah Menteri Perdagangan AS Howard Lutnick mengungkapkan bahwa Presiden Trump masih mempertimbangkan kemungkinan keringanan tarif bagi sektor tertentu.
Lutnick menegaskan bahwa tarif 25% terhadap Kanada dan Meksiko tetap berlaku, tetapi AS tengah meninjau penghapusan tarif 10% untuk impor energi dari Kanada, termasuk minyak mentah dan bensin, asalkan sesuai dengan ketentuan Perjanjian AS-Meksiko-Kanada.
Sementara itu, Energy Information Administration (EIA) melaporkan bahwa stok minyak mentah AS naik 3,6 juta barel menjadi 433,8 juta barel dalam sepekan, jauh melebihi ekspektasi analis yang memperkirakan kenaikan hanya 341.000 barel. Data ini langsung mendorong Brent turun lebih dari US$2.
Baca Juga
“Kebijakan tarif AS terhadap China, Kanada, dan Meksiko memicu respons cepat dari negara-negara tersebut, yang meningkatkan kekhawatiran akan perlambatan pertumbuhan ekonomi dan dampaknya terhadap permintaan energi,” ujar analis Panmure Liberum Ashley Kelty.
Kanada dan China segera membalas kebijakan Trump pada Selasa, sementara Presiden Meksiko Claudia Sheinbaum menegaskan bahwa negaranya akan merespons, meski belum merinci langkah yang akan diambil.
Tekanan tambahan datang dari keputusan OPEC+ yang pada Senin menyetujui peningkatan produksi untuk pertama kalinya sejak 2022.
Kelompok yang terdiri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) dan sekutunya, termasuk Rusia, sepakat untuk menambah pasokan sebesar 138.000 barel per hari mulai April 2025.
Pasar kini mengantisipasi apakah OPEC+ akan terus menaikkan produksi setiap bulan, atau hanya melakukan beberapa penyesuaian terbatas.
“Ada kekhawatiran bahwa ini adalah awal dari serangkaian kenaikan pasokan bulanan, tetapi OPEC+ menegaskan bahwa tambahan produksi hanya akan terjadi jika pasar mampu menyerapnya,” ujar analis UBS Giovanni Staunovo.
Dalam perkembangan lain, pemerintahan Trump pada Selasa mencabut lisensi yang sebelumnya diberikan kepada Chevron untuk beroperasi di Venezuela. Langkah ini berpotensi memangkas pasokan global hingga 200.000 barel per hari.
Di sisi permintaan, analis JP Morgan melaporkan bahwa konsumsi minyak global pada Februari rata-rata mencapai 103,6 juta barel per hari, naik 1,6 juta barel dibandingkan tahun sebelumnya. Namun, angka ini masih di bawah proyeksi pertumbuhan 1,8 juta barel per hari.