Bisnis.com, JAKARTA - Bursa Asia diprediksi akan dibuka dengan sikap pasar yang hati-hati karena peluang terhambatnya pemulihan global setelah Presiden AS Donald Trump akan menjatuhkan sanksi kepada Kolombia karena menolak penerbangan deportasinya.
Mengutip Bloomberg pada Senin (27/1/2025), ekuitas berjangka AS merosot pada perdagangan awal di Asia, memangkas kenaikan minggu lalu yang merupakan awal terbaik untuk masa jabatan presiden sejak 1985.
Kontrak di Jepang dan Hong Kong naik pada Jumat (24/1/2025) pekan lalu, sebelum kabar tarif terhadap Kolombia muncul. Indeks saham China yang terdaftar di AS melonjak 3,7% pada Jumat pekan lalu kinerja terbaiknya dalam lebih dari sebulan.
Pasar global bangkit pekan lalu karena kekhawatiran perang dagang global akan meletus pada hari-hari pertama masa jabatan Trump mereda setelah Presiden menghindari mengenakan pungutan impor langsung pada barang-barang dari Meksiko, Kanada, dan China.
Namun, ancaman tetap menjadi perhatian utama setelah Trump memerintahkan sanksi perdagangan yang menghukum pada Kolombia karena menolak penerbangan deportasi AS atas masalah hak asasi manusia.
"Masih terlalu dini untuk menyimpulkan bahwa kita telah keluar dari ancaman tarif puncak. Risiko Asia masih rentan terhadap ketidakpastian tarif. Meski demikian, nada tarif yang kurang agresif atau lunak akan disambut baik dalam jangka pendek," kata Wee Khoon Chong, seorang ahli strategi di BNY di Hong Kong seperti dilansir Bloomberg.
Nilai dolar AS menguat tipis pada perdagangan awal di Asia menyusul sanksi perdagangan terhadap Kolombia, sedangkan peso Meksiko merosot. Pergerakan tersebut memangkas kemerosotan terbesar greenback dalam lebih dari setahun minggu lalu karena proksi untuk tarif China termasuk dolar Australia menguat.
Indeks saham global melonjak lebih dari 2% selama minggu kedua berturut-turut hingga diperdagangkan mendekati rekor.
Ujian lebih lanjut terhadap sentimen muncul dengan data aktivitas China yang akan dirilis pada Senin. Data tersebut kemungkinan akan menunjukkan momentum pelemahan di sektor manufaktur China.
Namun, pergerakan di Asia mungkin diperburuk oleh perdagangan yang sepi dengan pusat-pusat utama mulai tutup pada pertengahan minggu untuk liburan Tahun Baru Imlek.
Sementara itu, Bank sentral AS secara luas diperkirakan akan mempertahankan suku bunga tetap stabil pada akhir pertemuan dua hari pada Rabu (29/1/2025) mendatang. Hal ini akan menandai jeda pertama dalam siklus pemotongan suku bunga yang dimulai pada bulan September.
Tim ekonom ANZ Group Holdings Ltd., termasuk Sharon Zollner dalam laporannya mengatakan, ekonomi AS tetap kuat dengan pertumbuhan lapangan kerja yang pesat dan penurunan inflasi telah melambat. Oleh karena itu, dia menilai tidak perlu memangkas suku bunga secara mendesak.
"Selain itu, kebijakan perdagangan dan tarif AS yang belum dikonfirmasi, upaya efisiensi pemerintah federal, kebijakan energi yang difokuskan kembali, dan deregulasi semuanya memiliki implikasi terhadap pertumbuhan dan inflasi. Hal ini membenarkan kehati-hatian FOMC," jelasnya.