Bisnis.com, JAKARTA — Pelantikan Donald Trump sebagai Presiden Amerika Serikat (AS) bulan ini secara tidak langsung berpengaruh terhadap pergerakan pasar saham Indonesia.
Berdasarkan riset Schroders, investor asing kini sedang berhati-hati dengan efek dari pelantikan Trump pada 20 Januari 2025 dan mengantisipasi dampaknya ke pasar global.
Dari dalam negeri, tekanan jual investor asing sudah terjadi di pasar saham sejak Desember lalu. Di tengah aliran keluar asing yang berlanjut, investor lokal juga berhati-hati terhadap kebijakan dari pemerintahan baru.
Adapun, Indeks Harga Saham Gabungan (IHSG) mencatatkan kinerja sebesar -0,48% secara bulanan (MoM) dengan arus keluar modal asing sebesar Rp5 triliun, pada Desember 2024.
"Kurangnya kepercayaan terhadap perekonomian domestik meskipun valuasi pasar saham tergolong murah menyebabkan pasar bergerak sideways selama bulan [Desember] tersebut," katanya dalam riset, Selasa (14/1/2025).
Sementara itu, dot plot Desember yang direvisi menunjukkan rencana pemotongan suku bunga oleh Bank Sentral AS (The Fed) menjadi lebih sedikit pada 2025, dari sebelumnya empat kali menjadi hanya dua kali.
Bank Indonesia (BI) juga belum dapat menurunkan suku bunga lebih lanjut dan mempertahankan suku bunganya di 6,00% pada rapat Desember, mengingat nilai Rupiah yang tetap melemah.
Lebih lanjut, ekspektasi akan kebijakan inflasi Trump juga berpotensi menghalangi masuknya modal asing ke obligasi pasar negara berkembang, termasuk Indonesia.
Adapun dari sisi valuasi yield Surat Utang Negara (SUN) tenor 10 tahun berada pada levell 7,03% secara langsung terlihat menarik, namun mengingat tingginya pasokan obligasi pada 2025 dan potensi kebijakan proteksionisme di AS, Schroders menyarankan investor untuk tetap berhati-hati pada level ini.
Pihaknya menilai perlu untuk waspada karena kebijakan Trump lebih mudah untuk disahkan menjadi undang-undang setelah Partai Republik memenangkan kedua majelis.
"Hal ini kemungkinan akan mengubah tren pertumbuhan dan inflasi di AS, sehingga The Fed mungkin menjadi kurang akomodatif," tulis Schroders.
Sementara itu, BI juga mungkin akan kesulitan untuk melakukan pemotongan lebih lanjut, apabila rupiah terus mengalami depresiasi terhadap dolar AS.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.