Bisnis.com, JAKARTA — Manajemen PT Sri Rejeki Isman Tbk. (SRIL) alias Sritex menanggapi surat yang disampaikan Bursa Efek Indonesia (BEI) ihwal perkembangan penghentian sementara atau suspensi perdagangan perseroan yang sudah berlangsung sejak 18 Mei 2021 atau lebih dari 3,5 tahun.
Menjawab surat dari otoritas bursa bertarikh 30 Desember 2024 dengan Nomor.S-13687/BEI.PLP/12-2024, SRIL menyampaikan perkembangan realisasi rencana pemulihan kondisi atau penyebab suspensi saham perseroan.
Corporate Secretary SRIL Welly Salam mengatakan Sritex saat ini tengah mengajukan peninjauan kembali atau PK selepas putusan pailit inkrah dari Mahkmah Agung (MA). Saat ini, progresnya sudah mencapai 25%.
“Peninjauan kembali dalam proses dengan target waktu kuartal I/2025,” kata Welly lewat keterbukaan informasi, Kamis (2/1/2025).
Seperti diketahui, BEI belakangan makin intens memantau perkembangan SRIL selepas MA menolak permohonan kasasi raksasa tekstil tersebut.
Direktur Penilaian Perusahaan BEI I Gede Nyoman Yetna mengatakan pihaknya telah melakukan pengumuman risiko delisting kepada SRIL setiap 6 bulan sejak 18 November 2021.
“Saat ini bursa terus memantau perkembangan SRIL terhadap kondisi-kondisi tersebut,” kata Nyoman kepada wartawan, Jumat (20/12/2024).
MA menolak permohonan SRIL lewat sidang putusan kasasi yang dibacakan langsung Ketua Majelis Hakim Agung Hamdi pada Rabu (18/12/2024).
Bursa telah melakukan penghentian sementara perdagangan efek SRIL di seluruh pasar sejak 18 Mei 2021 karena adanya penundaan pembayaran pokok dan bunga MTN Sritex Tahap III Tahun 2018 ke-6 serta melanjutkan suspensi saham SRIL di seluruh pasar sejak tanggal 28 Oktober 2024.
“Penghentian perdagangan hingga saat ini karena SRIL berada dalam keadaan pailit,” kata dia.
Baca Juga : KALEIDOSKOP 2024: Deretan Emiten Berstatus Pailit, dari Perusahaan Bentjok MYRX Hingga Sritex SRIL |
---|
Belakangan, tim kurator Sritex mengumumkan daftar harta dan tagihan sementara dari perkara kepailitan Sritex dan entitas afiliasinya itu. Total utang yang diajukan mencapai Rp32,63 triliun per 13 Desember 2024.
Tercatat utang tanpa jaminan dari kreditor konkruen diajukan paling besar. Totalnya mencapai Rp24,73 triliun. Sementara itu, utang berjaminan alias kreditor separatis mencapai Rp7,2 triliun dan sisanya berasal dari kreditor preferen seperti kantor pajak dan karyawan.
Direktur Utama Sritex Iwan Kurniawan Lukminto mengatakan, pihaknya menghormati putusan MA tersebut dan telah melakukan konsolidasi internal. Pihaknya memutuskan untuk melakukan upaya hukum peninjauan kembali (PK).
“Upaya hukum ini kami tempuh, agar kami dapat menjaga keberlangsungan usaha, dan menyediakan lapangan pekerjaan bagi 50.000 karyawan yang telah bekerja bersama-sama kami selama puluhan tahun,” kata Wawan melalui keterangan resminya, Jumat (20/12/2024).
Selama proses pengajuan kasasi ke MA, Wawan menerangkan Sritex telah melakukan berbagai upaya untuk mempertahankan usahanya, dan tidak melakukan pemutusan hubungan kerja (PHK), sebagaimana pesan disampaikan pemerintah.