Bisnis.com, JAKARTA — Saham PT Alamtri Resources Indonesia Tbk. (ADRO) tersungkur setelah mengumumkan perubahan nama dan dividen jumbo. Bagaimana rekomendasi dari analis terhadap saham induk usaha PT Adaro Andalan Indonesia itu?
Di lantai bursa, saham ADRO ditutup anjlok 5,61% atau 220 poin ke posisi Rp3.700 per saham pada Senin (18/11/2024). Meski begitu, saham ADRO sudah melonjak 55,46% secara year-to-date (YtD).
Memerahnya ADRO bersamaan dengan tersiarnya kabar hasil rapat umum pemegang saham luar biasa (RUPSLB) yang dilaksanakan perusahaan pada hari yang sama.
Seperti diberitakan bisnis, RUPSLB tersebut menyetujui dua agenda yang dirancang ADRO. Pertama, pembagian dividen sebesar US$2,6 miliar atau setara dengan Rp41,7 triliun. Kedua, perubahan nama perusahaan dari PT Adaro Energy Indonesia Tbk. menjadi PT Alamtri Resources Indonesia Tbk.
Hendriko Gani, Investment Analyst Stockbit Sekuritas, menyampaikan pemegang saham ADRO akan mempunyai probabilitas lebih besar untuk untung jika menggunakan dividen guna menebus Adaro Andalan Indonesia (AADI).
Stockbit Sekuritas menghitung yield dividen ADRO berpotensi mencapai 35,6% dengan asumsi dividen per saham Rp1.359 dibandingkan dengan harga saham ADRO saat ini.
Dalam riset terpisah, analis BRI Danareksa Sekuritas Erindra Krisnawan dan Kafi Ananta menurunkan peringkat untuk ADRO menjadi hold. Namun, target harga saham ADRO dinaikkan dari Rp3.770 menjadi Rp4.100 per saham.
Perubahan itu memperhitungkan valuasi saham ADRO sejalan dengan aksi spin-off PT Adaro Andalan Indonesia yang merupakan lini bisnis batu bara termal milik ADRO. BRI Danareksa Sekuritas mengestimasi valuasi ADRO sekitar US$5,3 miliar—US$7 miliar setelah spin-off AADI. Sementara itu, valuasi ekuitas AADi diperkirakan mencapai US$6,1 miliar.
Dengan perhitungan tersebut, pemegang saham ADRO berisiko menghadapi penurunan kapitaliasi pasar sebesar 9%-31% atau setara dengan US$0,7 miliar—US$2,4 miliar setelah spin-off AADI melalui penawaran umum oleh pemegang saham (PUPS) dan initial public offering (IPO). Saat ini, AADI sedang menggelar IPO dengan target dana maksimal Rp4,59 triliun dan ditargetkan listing di BEI pada 5 Desember 2024.
Di sisi lain, pemegang saham yang menebus saham AADI berpotensi melihat upside kapitaliasi pasar 112%—171% atau sekitar US$3 miliar—US$4,5 miliar dengan asumsi valuasi wajar AADI.
“Menurut kami, risiko utama bagi pemegang saham ialah penurunan ADRO terutama apabila market melihat a bigger holdco discount,” tulis Erindra dan Kafi.
Lebih lanjut, risiko tersebut dapat diminimalisir apabila pelaku pasar melihat proyek energi baru terbarukan yang lebih visibel dari ADRO. Yang paling terang, ADRO menargetkan proyek pembangkit listrik hidro di Kalimantan Utara akan rampung pada 2030.
Berdasarkan observasi ADRO, perusahaan global dengan proyek renewable energy diperdagangkan dengan median market cap sebesar US$1,1 miliar per gigawatt.
Berdasarkan data yang dihimpun Bloomberg, pandangan analis terbelah terhadap prospek saham ADRO. Hingga Senin (18/11/2024), sebanyak 11 analis merekomendasikan beli, 16 analis memberikan rekomendasi hold, dan 1 analis menyarankan jual saham ADRO.
Selain BRI Danareksa Sekuritas, tujuh sekuritas lain memperbarui rekomendasi untuk ADRO pada bulan ini. Analis Morgan Stanley Mayank Maheshwari menyematkan peringkat underweight/attractive untuk ADRO edngan target harga saham Rp2.028.
Sementara itu, analis Sucor Sekuritas Andreas Yordan menyarankan beli ADRO dengan target harga Rp4.700 per saham. Adapun, dua sekuritas asing JP Morgan dan Citi kompak menyematkan peringkat netral untuk ADRO dengan target harga masing-masing Rp3.900 dan Rp4.000 per saham.
Selanjutnya, peringkat hold untuk ADRO juga disematkan analis BNI Sekuritas aurelia Amanda dengan target harga Rp3.150 dan analis CGS International Jacquelin Hamdani dengan target harga Rp3.800 per saham.
Dua Poin Hasil RUPSLB ADRO
Rapat Umum Pemegang Saham Luar Biasa (RUPSLB) PT Adaro Energy Indonesia Tbk. (ADRO) menyetujui pembagian dividen interim sebesar-besarnya US$2,6 miliar dan ganti nama menjadi PT Alamtri Resources Indonesia Tbk.
Dalam keterangannya, ADRO akan membagikan dividen dengan total sebesar US$2,6 miliar. Jumlah dividen tersebut apabila dikonversi menggunakan kurs Jisdor sebesar Rp15.888 per dolar AS, maka sebesar Rp41,7 triliun.
Sementara itu, melihat jumlah saham ADRO yang sebanyak 30,75 miliar, maka investor akan mendapatkan dividen sebesar US$0,085 per saham. Dividen tersebut setara dengan Rp1.350,48 per saham.
Selain membagikan dividen, dalam RUPSLB ini ADRO juga mengagendakan pergantian nama perusahaan, dari sebelumnya PT Adaro Energy Indonesia Tbk., menjadi PT Alamtri Resources Indonesia Tbk.
Manajemen sebelumnya menjelaskan pergantian nama ini menjadi salah satu langkah ADRO untuk memperkenalkan identitas baru sebagai entitas induk yang akan lebih fokus pada bisnis hijau dan pengembangan proyek-proyek ramah lingkungan dengan pilar bisnis Adaro Minerals dan Adaro Green.
ADRO menjelaskan nama "Alam" merepresentasikan perusahaan yang mengolah kekayaan alam Indonesia dari tiga elemen utama, yaitu tanah, air, dan udara, dengan mengedepankan tanggung jawab dan inovasi berkelanjutan.
Kemudian "Tri" merupakan kata yang berasal dari bahasa Sanskerta yang berarti tiga, yang merepresentasikan tiga elemen kekayaan alam Indonesia, yaitu tanah, air, dan udara.
Sebelumnya, Head of Corporate Communication Adaro Energy Indonesia Febriati Nadira menuturkan sampai dengan 9 bulan 2024, volume produksi batu bara ADRO mencapai 55,57 juta ton. Produksi ini mencerminkan peningkatan 10% dari periode yang sama tahun lalu.
"Sementara itu, volume penjualan periode ini mencapai 53,66 juta ton, atau naik 9% dari periode sembilan bulan 2023," kata Febriati, Kamis (7/11/2024).
Dia melanjutkan hingga saat ini Adaro tetap optimistis untuk mencapai panduan tahun 2024 ini dan belum ada perubahan untuk panduan ADRO.
Febriati menjelaskan ADRO menargetkan volume penjualan batu bara 65 juta ton hingga 67 juta ton, yang meliputi 61 juta ton hingga 62 juta ton batu bara termal, dan 4,9 juta ton hingga 5,4 juta ton batu bara metalurgi dari ADMR.
"Adaro optimistis dengan prospek pertumbuhan ke depan terutama didukung oleh pertumbuhan permintaan di wilayah Asia Tenggara termasuk Indonesia dan Asia Selatan," ucap Febriati.
Febriati juga menuturkan ADRO fokus untuk memenuhi permintaan pelanggan yang mayoritas telah memiliki kontrak jangka panjang. ADRO juga tetap menjalankan kegiatan operasional sesuai rencana di tambang-tambang milik perusahaan, dengan fokus untuk mempertahankan marjin yang sehat dan kontinuitas pasokan ke pelanggan.
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.