Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Emiten CPO Dipoles Katalis Biodiesel B40 dan Badan Pengelola Dana Perkebunan Prabowo

Analis melihat terdapat sejumlah katalis positif bagi emiten CPO di tengah pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan.
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di perkebunan milik PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Bisnis/Nurul Hidayat
Petani membawa kelapa sawit hasil panen harian di perkebunan milik PT Sawit Sumbermas Sarana Tbk, di kawasan Pangkalan Bun, Kalimantan Tengah. Bisnis/Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Prospek kinerja emiten CPO diperkirakan masih akan menarik di tengah sejumlah katalis positif yang diembuskan oleh pemerintahan Prabowo-Gibran. Dua di antaranya, rencana pembentukan Badan Pengelola Dana Perkebunan yang akan menggantikan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) dan swasembada energi. 

Analis Kiwoom Sekuritas Abdul Azis Setyo Wibowo menjelaskan prospek emiten CPO hingga akhir tahun masih cukup menarik, mengingat adanya pemotongan levy atau pungutan ekspor. 

"Prospek emiten CPO juga cukup menarik dengan adanya program B40 dan B60," ucap Azis, Kamis (24/10/2024). 

Azis juga mencermati, pemerintahan baru yang akan mengubah BPDPKS menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan harus bisa memaksimalkan tugasnya. Hal tersebut agar perkebunan yang dikelola seperti CPO, kakao, dan kelapa bisa berkembang. 

"Jika sektor perkebunan bisa berkembang hal ini juga bisa  memperbaiki dari sisi konsumsi masyarakat," ucapnya.

Sebelumnya, perubahan Badan Pengelola Dana Perkebunan Kelapa Sawit (BPDPKS) menjadi Badan Pengelola Dana Perkebunan tertuang dalam Peraturan Presiden (Perpres) No.132/2024 tentang Pengelolaan Dana Perkebunan. 

Pemerintah melalui Perpres No.132/2024 resmi membentuk Badan Pengelola Dana Perkebunan. Badan Pengelola Dana Perkebunan nantinya tidak hanya mengatur komoditas kelapa sawit, tapi juga kakao dan kelapa. 

Badan Pengelola Dana Perkebunan ini dibentuk untuk menghimpun, mengadministrasikan, mengelola, menyimpan, dan menyalurkan dana.  

Dana bersumber dari pelaku usaha perkebunan kelapa sawit, kakao, dan kelapa, yang meliputi pungutan atas ekspor komoditas perkebunan dan/atau turunannya, dan iuran.

Penggunaan dana akan dimanfaatkan untuk kepentingan pengembangan sumber daya manusia perkebunan, penelitian dan pengembangan perkebunan, promosi perkebunan, peremajaan perkebunan, serta sarana dan prasarana perkebunan.

Terpisah, Senior Research Analyst Lotus Andalan Sekuritas Fath Aliansyah Budiman mengatakan ambisi Presiden Prabowo untuk mencapai swasembada pangan dan energi menjadi katalis positif untuk sektor perkebunan sawit. 

"CPO akan menarik untuk diperhatikan karena ada program biodiesel B40," ucapnya.

Program B40 adalah program pemerintah untuk mempercepat implementasi biodiesel B40, campuran solar dengan 40% bahan bakar nabati.

Kinerja Emiten CPO Makin Subur

Pada perkembangan lain, dua emiten CPO sudah menyampaikan kinerja keuangan per kuartal III/2024. Emiten sawit Grup Triputra, PT Triputra Agro Persada Tbk. (TAPG) mencetak peningkatan laba bersih hingga kuartal III/2024 menjadi sebesar Rp1,61 triliun. 

Berdasarkan laporan keuangan per 30 September 2024 yang dipublikasikan Kamis (24/10/2024), TAPG tercatat membukukan pendapatan sebesar Rp6,24 triliun hingga kuartal III/2024. Pendapatan ini naik 3,37% dari periode yang sama tahun lalu sebesar Rp6,03 triliun. 

Berdasarkan produknya, pendapatan tersebut dikontribusikan oleh produk kelapa sawit dan turunannya sebesar Rp6,22 triliun, dan produk karet dan turunannya senilai Rp22,06 miliar. 

Sementara itu, berdasarkan pelanggannya, pendapatan TAPG diperoleh dari PT Sinar Alam Permai senilai Rp1,6 triliun, PT Kutai Refinery Nusantara sebesar Rp1,52 triliun, dan dari PT Sinar Mas Agro Resources and Technology Tbk. (SMAR) senilai Rp811,9 miliar. 

Hingga 9 bulan 2024, TAPG mencatatkan beban pokok penjualan sebesar Rp4,23 triliun. Beban pokok penjualan ini turun 6,5% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp4,53 triliun. 

Turunnya beban pokok penjualan ini membuat laba bruto TAPG meningkat 33,2% secara tahunan menjadi Rp2 triliun. Capaian ini naik dibandingkan dengan akhir kuartal III/2023 yang sebesar Rp1,5 triliun.

Alhasil, laba bersih TAPG juga ikut meningkat menjadi Rp1,61 triliun hingga akhir September 2024. Laba bersih ini naik 46,58% dibandingkan dengan akhir September 2023 sebesar Rp1,1 triliun.

Laba per saham TAPG pun ikut meningkat di periode ini menjadi Rp81 per saham, dari sebelumnya Rp56 per saham pada kuartal III/2023.

Sebelumnya, Corporate Secretary Triputra Agro Persada Joni Tjeng menjelaskan kondisi yang lebih basah akibat La Nina diperkirakan akan meningkatkan produksi TBS perseroan di masa yang akan datang. Meski demikian, La Nina diperkirakan akan sedikit menekan oil extraction rate (OER) CPO akibat proses polinasi atau penyerbukan yang terganggu.

Joni melanjutkan TAPG telah menyiapkan antisipasi mengenai La Nina ini. Dia menyebut, TAPG masih berfokus pada dua hal utama pada 2024.

Fokus pertama adalah optimalisasi hasil produksi melalui program Good Agronomy Practices. Adapun, fokus kedua adalah optimalisasi infrastruktur pendukung untuk memaksimalkan produksi dan pengiriman dalam segala kondisi iklim.

"Tantangan utama pada sisa tahun 2024 adalah curah hujan yang diperkirakan akan meningkat signifikan akibat La Nina yang akan menerpa Indonesia dan Malaysia," ucapnya, Jumat (20/9/2024).

Senada, emiten perkebunan sawit milik crazy rich Kalimantan Andi Syamsuddin Arsyad alias Haji Isam, PT Pradiksi Gunatama Tbk. (PGUN) telah membukukan laba bersih Rp18,47 miliar pada kuartal III/2024, anjlok 82,97% secara tahunan (year on year/YoY).

Berdasarkan laporan keuangan, anjloknya laba PGUN terjadi seiring dengan penurunan penjualan 36,91% YoY menjadi Rp387,82 miliar pada kuartal III/2024, dibandingkan penjualan periode yang sama tahun sebelumnya Rp614,79 miliar.

Raupan penjualan PGUN bersumber dari penjualan minyak kelapa sawit atau crude palm oil (CPO) sebesar Rp355,25 miliar, turun 36,78% YoY. Kemudian, penjualan inti kelapa sawit sebesar Rp30,34 miliar, turun 37,06% YoY.

Selain itu, PGUN membukukan pendapatan cangkang sebesar Rp2,23 miliar pada kuartal III/2024, susut 51,52% YoY.

Berdasarkan pelanggan, penjualan terbesar PGUN didistribusikan kepada PT Jhonlin Agro Raya Tbk. (JARR) yang merupakan perusahaan afiliasi, dengan persentase penjualan hingga 91,6% atau senilai Rp355,25 miliar dari total penjualan.

Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper