Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Dolar AS Perkasa, Rupiah dan Mata Uang Asia Dibuka Memerah

Rupiah dibuka melemah 0,41% ke level Rp15.268 per dolar AS pada Kamis (3/10/2024).
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti
Karyawan menunjukan uang dolar Amerika Serikat (AS) di Jakarta, Selasa (5/9/2023). Bisnis/Eusebio Chrysnamurti

Bisnis.com, JAKARTA – Nilai tukar rupiah terhadap dolar Amerika Serikat (AS) dibuka melemah menuju posisi Rp15.268 pada perdagangan Kamis (3/10/2024). Penurunan ini juga diikuti penurunan mata uang Asia lainnya, sedangkan greenback tetap bertenaga.

Mengutip data Bloomberg, rupiah dibuka melemah 62 poin atau 0,41% ke level Rp15.268 per dolar AS. Adapun, indeks dolar AS bertahan di posisi 101,74.

Sementara itu, mata uang lain di Asia mayoritas ditutup melemah. Yen Jepang dan won Korea, misalnya, masing-masing menurun 0,29% dan 0,46%. Di samping itu, yuan China melemah 0,11%, rupee India turun 0,02%, ringgit Malaysia melemah 0,85%. 

Direktur PT Laba Forexindo Berjangka Ibrahim Assuaibi memperkirakan mata uang rupiah akan bergerak fluktuatif, tetapi ditutup melemah di rentang Rp15.250 - Rp15.320 pada hari ini.

Menurutnya, kekhawatiran konflik di Timur Tengah dapat berubah menjadi perang yang lebih luas setelah Iran menembakkan rudal balistik ke Israel. Iran diketahui menembak lebih dari 180 rudal balistik ke Israel pada Selasa (1/10). 

Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji Iran akan membayar serangan rudalnya terhadap Israel, sementara Teheran mengatakan setiap pembalasan akan ditanggapi dengan kehancuran besar. Hal ini meningkatkan kekhawatiran perang akan lebih meluas.

Di sisi lain, fokus pasar saat ini beralih ke data penggajian swasta AS pada hari ini. Para pelaku pasar juga waspada terhadap perselisihan buruh di pelabuhan AS, yang telah memulai aksi mogok berskala besar sehingga menghentikan sekitar setengah dari pengiriman.

Dari dalam negeri, S&P Global melaporkan PMI Manufaktur Indonesia berada di terkontraksi di 49,2 pada September 2024. Lesunya kondisi manufaktur juga terjadi di China dan Australia yang juga masuk dalam kontraksi atau berada di bawah level 50.

“Negara-negara di Asia Tenggara juga ambruk. PMI Vietnam, misalnya, anjlok dari 52 ke 47. Tak hanya Vietnam, beberapa negara di Eropa juga mengalami keadaan yang serupa,” ujarnya dalam keterangan tertulis pada Rabu (2/10/2024).

Kendati demikian, kondisi PMI manufaktur Indonesia sejatinya mulia membaik sehingga menunjukkan optimisme pelaku usaha dibandingkan beberapa bulan sebelumnya.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper