Bisnis.com, JAKARTA — Harga minyak dunia terpantau menguat di tengah kekhawatiran gangguan pasokan minyak di Timur Tengah setelah Iran menembakkan rudal balistik ke Israel.
Mengutip Reuters pada Rabu (2/10/2024), harga Minyak mentah berjangka West Texas Intermediate (WTI) AS tercatat naik US$1,09, atau 1,56%, menjadi US$70,92 per barel. Sementara itu, harga minyak mentah berjangka Brent juga menguat US$83 sen, atau 1,13%, ke level US$74.39 per barel.
Iran menembakkan lebih dari 180 rudal balistik ke Israel pada hari Selasa, kata Israel, sebagai balasan atas kampanye Israel terhadap sekutu Hizbullah Teheran di Lebanon.
Iran, anggota Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC), merupakan produsen minyak utama di kawasan tersebut.
"Keterlibatan langsung Iran, anggota OPEC, meningkatkan prospek gangguan pasokan minyak," kata ANZ Research dalam sebuah catatan, mengacu pada konflik tersebut.
Produksi minyak Iran naik ke level tertinggi dalam enam tahun terakhir sebesar 3,7 juta barel per hari pada Agustus, ANZ menambahkan.
Baca Juga
Perdana Menteri Israel Benjamin Netanyahu berjanji bahwa Iran akan membayar serangan misilnya terhadap Israel, sementara Teheran mengatakan setiap pembalasan akan dibalas dengan kehancuran besar, yang menimbulkan kekhawatiran akan perang yang lebih luas.
Sementara itu, Presiden AS Joe Biden menyatakan dukungan penuh AS terhadap Israel, sekutu lamanya, dan Dewan Keamanan PBB menjadwalkan pertemuan mengenai Timur Tengah pada hari Rabu.
Capital Economics dalam catatannya menyebut bahwa eskalasi besar-besaran oleh Iran berisiko menyeret AS ke dalam perang.
"Iran menyumbang sekitar 4% dari produksi minyak global, tetapi pertimbangan penting adalah apakah Arab Saudi akan meningkatkan produksi jika pasokan Iran terganggu," jelas Capital Economics dalam laporannya.
Sementara itu, panel menteri dari Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak dan sekutunya, yang disebut OPEC+, akan bertemu pada hari Rabu untuk meninjau pasar, tanpa ada perubahan kebijakan yang diharapkan. Mulai Desember, OPEC+, yang mencakup Rusia, akan meningkatkan produksi sebesar 180.000 barel per hari (bpd) per bulan.