Bisnis.com, JAKARTA — PT Bursa Efek Indonesia mencatat total penerbitan obligasi dan sukuk sudah mencapai Rp89,69 triliun sepanjang tahun berjalan 2024.
Sekretaris Perusahaan BEI Kautsar Primadi Nurahmad mengatakan total emisi obligasi dan sukuk itu mencakup 106 emisi dari 64 emiten.
“Dengan pencatatan tersebut, maka total emisi obligasi dan sukuk yang tercatat di BEI berjumlah 587 emisi dengan nilai nominal outstanding sebesar Rp462,16 triliun dan US$60,12 juta, yang diterbitkan oleh 132 emiten,” paparnya dalam keterangan remi, dikutip Minggu (15/9/2024).
Selama sepekan dalam periode 9—13 September 2024, BEI mencatat satu emisi baru obligasi di pasar modal. Obligasi tersebut, yakni Obligasi Berkelanjutan VI Federal International Finance Dengan Tingkat Bunga Tetap Tahap IV Tahun 2024 oleh PT Federal International Finance senilai Rp2,5 triliun.
Hasil pemeringkatan dari PT Pemeringkat Efek Indonesia (Pefindo) atas obligasi tersebut adalah idAAA (Triple A) dengan Wali Amanat PT Bank Rakyat Indonesia (Persero) Tbk.
Selain obligasi dan sukuk korporasi, Surat Berharga Negara (SBN) yang tercatat di BEI berjumlah 186 seri dengan nilai nominal Rp6.182,86 triliun dan US$502,10 juta. Selain itu, di BEI telah tercatat sebanyak 9 emisi EBA dengan nilai Rp2,93 triliun.
Terkait dengan SBN, Mandiri Sekuritas optimistis imbal hasil investasi di pasar obligasi Indonesia (INDOGB) pada 2024-2025 akan positif ditopang oleh sentimen suku bunga The Fed hingga tren penguatan nilai tukar rupiah.
Head of Fixed Income Research Mandiri Sekuritas, Handy Yunianto mengatakan optimisme tersebut dilandasi oleh tiga faktor.
Pertama, dia menjelaskan adanya kemungkinan yang lebih tinggi The Fed akan mulai memangkas suku bunga pada September 2024 dan diproyeksikan akan terus turun hingga tahun depan.
"Secara historis, penurunan suku bunga Fed Fund Rate akan dibarengi dengan penurunan US Treasury yield dan Dollar Index, sehingga akan terus mendorong aliran dana asing ke pasar obligasi," katanya, dalam keterangan tertulis pada Rabu (11/9/2024).
Kedua, menurutnya kejelasan lebih lanjut tentang pembiayaan Anggaran Pendapatan Belanja Negara (APBN) untuk tahun ini dan prospek panduan fiskal 2025, di mana pemerintahan yang baru masih tetap mempertahankan prudent fiscal.
Ketiga, Handy mengungkap bahwa seiring dengan menguatnya mata uang rupiah terhadap USD, suku bunga SRBI juga menunjukkan tren yang menurun.
"Dengan terus turunnya suku bunga SRBI, kami perkirakan permintaan obligasi berpotensi akan terus meningkat. Year-to-date, dukungan dari onshore investor ke pasar obligasi tetap kuat, terutama dari retail dan institusi non-bank," ujarnya.