Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Aliran Deras Investasi Emiten ke Proyek Nikel, Siapa Paling Jorjoran?

Sejumlah emiten mengucurkan dana investasi dan belanja modal bernilai jumbo untuk menggenjot ambisi ekspansi ke sektor pertambangan dan penghiliran nikel.
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat
Ilustrasi pekerja melakukan proses pemurnian dari nikel menjadi feronikel di fasilitas pengolahan dan pemurnian (smelter) Pomalaa./JIBI-Nurul Hidayat

Bisnis.com, JAKARTA — Sejumlah emiten mengucurkan dana investasi dan belanja modal bernilai jumbo untuk menggenjot ambisi ekspansi ke sektor pertambangan dan penghiliran nikel. Manuver itu berlanjut di tengah melandainya harga nikel di pasar global sebagai komoditas logam industri yang banyak digunakan untuk bahan baku baterai kendaraan listrik. 

Salah satunya dilakukan oleh entitas Grup Astra, PT United Tractors Tbk. (UNTR). UNTR mencatat telah menggelontorkan dana investasi sekitar US$1 miliar untuk ekspansi di sektor nikel untuk mengurangi ketergantungan perseroan terhadap komoditas batu bara.

Ekspansi United Tractors ke sektor komoditas nikel turut menjadi sorotan dari Jardine Cycle & Carriage Ltd. yang merupakan pemegang saham pengendali PT Astra International Tbk. (ASII).

Dalam paparannya, manajemen Jardine menilai potensi Asia Tenggara sangat besar, apalagi Indonesia memiliki cadangan nikel jumbo. Memanfaatkan prospek pertumbuhan industri logam tersebut, United Tractors diperkirakan telah menginvestasikan US$1 miliar di bisnis nikel pada 2023.

Ketika dimintai konfirmasi, Corporate Secretary United Tractors Sara K. Loebis membenarkan secara total investasi UNTR di nikel sekitar US$1 miliar pada 2023. Dana itu menurutnya digunakan untuk mengakuisisi tambang ore dan penyertaan saham.

“Dengan adanya lini bisnis nikel, diharapkan ke depan makin ada keseimbangan dalam revenue stream UT yang berasal dari bisnis non-coal,” ujarnya kepada Bisnis, Kamis (8/8/2024).

Sampai dengan akhir semester I/2024, segmen usaha pertambangan nikel UNTR terdiri atas PT Stargate Pasific Resources (SPR) yang baru saja diakuisisi dengan kepemilikan mayoritas pada Desember 2023, serta Nickel Industries Limited (NIC) yang diakuisisi pada September 2023, dengan kepemilikan sebesar 19,99%.

Untuk diketahui, SPR mengoperasikan tambang nikel di Konawe Utara, Sulawesi Tenggara. Selanjutnya, NIC merupakan perusahaan pertambangan dan pengolahan nikel terintegrasi dengan aset utama yang berlokasi di Indonesia.

SPR membukukan penjualan bijih nikel sebesar 967.000 wet-metric ton (wmt) pada semester I/2024. Jumlah itu berasal dari 421.000 wmt saprolit dan 546.000 wmt limonit. Kemudian, NIC merealisasikan penjualan 34.427 ton logam nikel pada kuartal IV/2023, dan 32.759 ton logam nikel pada kuartal I/2024.

Capex Vale Indonesia dan Harita Nickel

Sementara itu, PT Vale Indonesia Tbk. (INCO) mengalokasikan belanja modal (capital expenditure/capex) mencapai US$380 juta atau sekitar Rp6 triliun pada 2024.

Head of Corporate Communications INCO Vanda Kusumaningrum mengatakan serapan belanja modal pada paruh pertama 2024 ini baru sebesar 31%, yakni US$118,4 juta atau sekitar Rp1,88 triliun dari total yang dicanangkan perseroan sepanjang 2024.

“Pada paruh kedua 2024, kami akan mengeluarkan tambahan belanja modal, terutama untuk proyek pertumbuhan kami di Morowali dan Pomalaa,” kata Vanda.

Vanda memastikan INCO tetap menargetkan produksi sekitar 70.800 metrik ton nikel dalam matte sampai akhir tahun ini.

Pada 2024, PT Trimegah Bangun Persada Tbk. (NCKL) atau Harita Nickel menargetkan capex sebesar US$60 juta-US$70 juta. Hingga kuartal I/2024, realisasi capex NCKL sekitar US$10 juta-US$15 juta. 

Di sisi lain, NCKL juga akan mengoptimalkan produksi pada semester II/2024.

“Sampai dengan semester I/2024, hasil produksi kami, masih berada di atas kapasitas terpasang yang ada,” kata Head of Investor Relations Harita Nickel Lukito Gozali.

Harita menargetkan produksi feronikel (FeNi) pada 2024 mencapai 120.000 ton, dan produksi mixed hydroxide precipitate (MHP) sebesar 75.000 sampai dengan 85.000 ton kandungan nikel.

Seperti diketahui, NCKL merealisasikan produksi untuk FeNi sepanjang semester I/2024 mencapai 63.414 ton, berada di atas kapasitas terpasang, yaitu 60.000 ton. Di sisi lain, produksi untuk MHP sepanjang paruh pertama 2024 mencapai 38.334 ton. 

Aliran Deras Investasi Emiten ke Proyek Nikel, Siapa Paling Jorjoran?

Usaha Patungan MBMA dan ANTM

Strategi berbeda ditempuh oleh PT Merdeka Battery Materials Tbk. (MBMA) dan PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM). MBMA baru-baru ini meningkatkan porsi kepemilikan pada usaha patungan atau joint venture (JV) bersama dengan GEM Co., Ltd., PT ESG New Energy Material.

Lewat perusahaan investasi, PT Merdeka Industri Anantha (MIA), MBMA menambah porsi kepemilikan di PT ESG New Energy Material atau PT ESG sebesar 5%, yang awalnya memiliki porsi saham 55% menjadi 60%. Hal itu dikonfirmasi oleh induk usaha MBMA, PT Merdeka Copper Gold Tbk. (MDKA).

GM Corporate Communications MDKA Tom Malik mengatakan kepemilikan MBMA di PT ESG dipegang lewat MIA.

“Selama kuartal kedua, MIA meningkatkan kepemilikannya di PT ESG dari 55% menjadi 60%,” kata Tom saat dihubungi Bisnis.

Sampai akhir kuartal II/2024, pembangunan smelter high pressure acid leaching (HPAL) PT ESG telah selesai 51,8%. Rencanannya, commisioning proyek bakal dikejar pada akhir 2024. Investasi proyek HPAL itu mencapai US$490 juta, dengan kontribusi ekuitas pemegang saham sebesar US$180 juta.

“Pada akhir kuartal II/2024, pemegang saham PT ESG telah menginventasikan secara total US$330 juta dalam konstruksi proyek, terdiri dari US$180 juta dari ekuitas, dan US$150 juta dalam proyek pembiayaan,” kata Tom.

Adapun, pabrik itu memiliki kapasitas 30.000 ton nikel bentuk MHP per tahun. Nantinya HPAL akan dibangun dan dioperasikan oleh PT ESG New Energy Material (HPAL JV Co) dengan nilai investasi sebesar US$600 juta.

Pada perkembangan lain, PT Aneka Tambang Tbk. (ANTM) atau Antam mengestimasi pembentukan usaha patungan atau JV smelter nikel dengan Hong Kong CBL Limited (HKCBL) rampung pada 2025. HKCBL merupakan entitas Grup Contemporary Amperex Technology Co. Limited (CATL), produsen utama baterai kendaraan listrik di dunia.

Direktur Utama Antam Nico Kanter mengatakan ANTM bersama dengan afiliasi CATL tersebut telah memasuki tahap perundingan untuk peluang pendanaan proyek smelter tersebut.

“Perusahaan dan mitra tengah menjajaki peluang mengenai pendanaan proyek ini,” kata Nico.

Rencananya, Antam dan HKCBL bakal membangun dua smelter, yakni HPAL dan RKEF. Komitmen investasi smelter itu menjadi bagian dari program usaha patungan baterai listrik Indonesia Battery Corporation (IBC). Nico merencanakan sebagian pendanaan proyek smelter itu bakal dibiayai dari hasil divestasi anak usaha Antam kepada HKCBL sebesar Rp7,2 triliun.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Editor : Ana Noviani
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper