Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Harga Minyak Masih Panas, Efek Eskalasi Tensi Geopolitik Timur Tengah

Minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2024 menguat 0,43% atau 0,34 poin ke level US$80,17 per barel pada pukul 07.49 WIB.
Kilang Minyak/Bloomberg
Kilang Minyak/Bloomberg

Bisnis.com, JAKARTA - Harga minyak memperpanjang kenaikannya karena serangan lain pada kapal di Laut Merah, sehingga menambah peningkatan ketegangan geopolitik di Timur Tengah menjelang pertemuan OPEC+.

Berdasarkan data Bloomberg, kontrak minyak mentah Brent pada perdagangan Rabu (29/5/2024) untuk pengiriman Juli 2024 menguat 0,33% atau 0,28 poin ke level US$84,50 per barel pada pukul 07.46 WIB.  

Kemudian, kontrak minyak mentah West Texas Intermediate (WTI) untuk pengiriman Juli 2024 menguat 0,43% atau 0,34 poin ke level US$80,17 per barel pada pukul 07.49 WIB.  

Minyak mentah berjangka Brent telah naik di atas US$84 per barel setelah berakhir 1,4% lebih tinggi pada Selasa (28/5). Sementara, minyak mentah WTI telah diperdagangkan lebih dari US$80 per barel. 

Sebagai informasi, sebuah kapal curah telah memasuki perairan setelah diserang saat berlayar melalui jalur air utama, sementara tank-tank Israel telah mencapai pusat kota Rafah di Gaza selatan dalam invasi daratnya.

Pada tahun ini, minyak juga mengalami kenaikan karena ketegangan di Timur Tengah dan penurunan produksi yang dilakukan oleh Organisasi Negara-negara Pengekspor Minyak (OPEC) bersama sekutunya, walaupun harga telah melemah sejak awal April 2024 karena melimpahnya pasokan diluar kelompok tersebut dan lesunya permintaan Asia. 

Nantinya, OPEC+ akan bertemu secara daring pada Minggu (2/6) dan diperkirakan akan memperpanjang pembatasannya hingga paruh kedua tahun ini. 

Menurut analis UBS dalam catatannya, mereka memperkirakan bahwa perpanjang pengurangan produksi dari OPEC+ setidaknya selama tiga bulan lagi, pada pertemuan mendatang. 

“Tindak lanjut kenaikan minggu ini difasilitasi oleh melemahnya dolar secara signifikan dan berkembangnya konsensus bahwa OPEC+ akan memperpanjang pengurangan produksi pada pertemuan akhir pekan mendatang,” kata Jim Ritterbusch dari Ritterbusch and Associates, dikutip dari Reuters, Rabu (29/5). 

Kemudian, di Negeri Paman Sam, Presiden Federal Reserve (The Fed) Bank of Minneapolis Neel Kashkari mengatakan sikap kebijakan bank sentral bersifat restriktif. Namun para pengambil kebijakan belum sepenuhnya mengesampingkan kenaikan suku bunga tambahan.

Para pembuat kebijakan bank sentral tersebut diproyeksi akan mempertahankan suku bunga pada level tertinggi dalam 23 tahun, ketika mereka akan bertemu pada 11-12 Juni 2024 di Washington. 

Investor juga diketahui mengamati indeks harga pengeluaran konsumsi pribadi (PCE) inti AS, yakni ukuran inflasi utama untuk The Fed yang dirilis pada Jumat (31/5) waktu setempat. 

“Meskipun suasana cerah terlihat dalam dua hari terakhir, kekhawatiran terhadap suku bunga akan menjadi penghambat upaya lebih lanjut untuk membuat harga minyak lebih tinggi dalam waktu dekat,” tutur Tamas Varga dari broker PVM, dikutip dari Reuters. 

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Sumber : Bloomberg, Reuters
Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper