Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Ada Revisi di Mei 2024, Intip Rekomendasi & Target Saham UNTR Terbaru

Saham UNTR masih menyimpan potensi return dua digit hingga jelang memasuki pekan ketiga Mei 2024.
Alat berat dari UNTR beroperasi disaah satu tambang milik perusahaan./foto-UNTR
Alat berat dari UNTR beroperasi disaah satu tambang milik perusahaan./foto-UNTR

Bisnis.com, JAKARTA — Mayoritas sekuritas yang mengulas saham UNTR masih mempertahankan pandangan positif hingga jelang pekan ketiga Mei 2024.

Berdasarkan data Bloomberg Minggu (12/5/2024), sebanyak 18 dari 26 analis yang mengulas PT United Tractors Tbk. (UNTR) masih menyematkan rekomendasi beli. Sisanya, sebanyak 7 analis memberikan peringkat hold dan 1 analis jual.

Bloomberg mencatat Sinarmas Sekuritas sempat merevisi turun peringkat saham UNTR menjadi netral pada awal Mei 2024. Target harga berada di Rp25.000.

Adapun, target harga saham UNTR berada di 27.809 dalam 12 bulan menurut konsensus analis. Dengan demikian, masih ada potensi return 25,8% dari Rp22.100.

Saham UNTR parkir di Rp22.100 pada akhir perdagangan Jumat (10/5/2024). Posisi itu mencerminkan koreksi 15,81% dalam sebulan terakhir.

Berdasarkan catatan Bisnis, penjualan alat berat United Tractors turun pada Maret 2024. UNTR mencatatkan penjualan sebanyak 1.126 unit alat berat merek Komatsu hingga akhir Maret tahun ini.

Sejak awal tahun hingga saat ini, UNTR menjual sebanyak 1.126 unit Komatsu. Penjualan ini turun 37,1% dibandingkan periode yang sama tahun lalu yang sebesar 1.791 unit.

Berdasarkan laporan bulanan yang dikutip Rabu (24/4/2024), penjualan alat berat ke sektor pertambangan mendominasi hingga akhir Maret 2024, yakni sebesar 69% dari total penjualan.

Kemudian disusul penjualan ke sektor konstruksi 13%, sektor perkebunan 10% penjualan, dan sektor kehutanan sebesar 8% penjualan. Sementara itu, market share Komatsu secara year to date pada Maret 2024 adalah sebesar 29%.

Adapun, penjualan Komatsu pada bulan Maret saja mencapai 301 unit. Penjualan tersebut sebesar 72% berasal dari sektor pertambangan, 15% dari sektor konstruksi, 11% sektor perkebunan, dan 2% sektor kehutanan.

Cek Berita dan Artikel yang lain di Google News dan WA Channel

Konten Premium

Dapatkan informasi komprehensif di Bisnis.com yang diolah secara mendalam untuk menavigasi bisnis Anda. Silakan login untuk menikmati artikel Konten Premium.

Artikel Terkait

Berita Lainnya

Berita Terbaru

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

# Hot Topic

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Rekomendasi Kami

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Foto

Nyaman tanpa iklan. Langganan BisnisPro

Scan QR Code Bisnis Indonesia e-paper