Bisnis.com, JAKARTA — Laba bersih PT Indika Energy Tbk. (INDY) tercatat turun menjadi US$119,6 juta pada 2023 atau setara Rp1,9 triliun (kurs Jisdor Rp15.909 per dolar AS per 1 April 2024).
Laba bersih INDY tersebut terjun 73,56% dari capaian laba bersih tahun 2022 yang sebesar US$452,6 juta. Salah satu penyebab turunnya laba bersih ini adalah pendapatan yang juga turun pada 2023.
INDY mencatatkan pendapatan turun 30,18% menjadi US$3,02 miliar atau setara Rp48,15 triliun. Pendapatan ini turun 30,2% dibandingkan US$4,33 miliar pada tahun 2022.
Direktur Utama Indika Energy Arsjad Rasjid menuturkan sepanjang tahun 2023, INDY secara aktif menyambut perubahan dan memanfaatkannya sebagai katalis bagi inovasi dan transformasi.
"Perubahan ini tercermin dari langkah-langkah strategis Indika Energy dalam menambah portofolio dan memperkuat diversifikasi usaha ke sektor non-batu bara. Sustainability atau keberlanjutan terus menjadi landasan utama dalam seluruh kegiatan operasional kami," ucap Arsjad, dikutip Selasa (2/4/2024).
Manajemen INDY menyebutkan penurunan pendapatan ini terutama disebabkan oleh menurunnya harga jual batu bara rata-rata Kideco di tahun 2023 sebesar US$72,9 per ton dibandingkan US$86,6 per ton pada tahun sebelumnya. Selain itu, menurunnya volume penjualan Kideco menjadi sebesar 30,5 juta ton atau menurun 12,2% dibandingkan 34,8 juta ton pada tahun sebelumnya juga menjadi penyebab turunnya pendapatan INDY.
Baca Juga
Anak-anak perusahaan Indika Energy seperti Kideco, Indika Indonesia Resources, dan Tripatra juga mencatat penurunan Pendapatan. Di tahun 2022, pendapatan Kideco turun 26,1% menjadi US$2,22 miliar.
Penurunan terutama disebabkan karena turunnya harga jual batu bara rata-rata dan volume penjualan. Pada tahun 2023, Kideco menjual 30,5 juta ton batu bara.
Pendapatan Indika Indonesia Resources (IIR) juga mengalami penurunan sebesar 48,2% menjadi US$446,3 juta, dibandingkan US$861,4 juta di tahun 2022, yang disebabkan turunnya pendapatan dari Multi Tambangjaya Utama (MUTU) dan bisnis perdagangan batu bara.
Sementara itu, pendapatan Tripatra turun 25,3% menjadi US$228,6 juta dari sebelumnya US$306,2 juta, yang terutama disebabkan oleh penurunan pendapatan dari proyek BP Tangguh.
Di sisi lain, Interport mencatatkan kenaikan pendapatan sebesar 230,5% menjadi US$114,6 juta, setelah Interport mengambil alih 56% saham Cotrans, termasuk 45% saham yang dimiliki Tripatra.
Realisasi belanja modal atau capital expenditure (capex) INDY selama tahun 2023 adalah US$142,7 juta, dengan US$37,4 juta atau 26,2% diantaranya digunakan untuk bisnis eksisting, termasuk untuk Indika Indonesia Resources sebesar US$19,7 juta dan Kideco sebesar US$17,7 juta.
Sementara untuk bisnis non-batubara, capex terutama digunakan untuk sektor mineral, khususnya untuk proyek Awakmas yaitu sebesar US$66,2 juta, sektor kendaraan listrik melalui Ilectra Motor Group (IMG) sebesar US$14,5 juta, dan sektor solusi berbasis alam melalui Indika Nature sebesar US$14,6 juta.
Lebih lanjut, Manajemen INDY menuturkan di tahun 2023, INDY juga memulai proses divestasi MUTU, serta semakin meningkatkan performa ESG perusahaan, menuju netral karbon pada tahun 2050.
“Pada tahun 2023, kami mengevaluasi kembali target lingkungan, sosial, dan tata kelola (ESG) untuk membuatnya lebih ambisius. Kami menguatkan komitmen, memberikan parameter baru, menyempurnakan target ESG dan memetakan inisiatif keberlanjutan kami menuju netral karbon pada tahun 2050, untuk memberi dampak yang signifikan bagi masyarakat dan lingkungan,” tutur Arsjad.