Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara mengalami pelemahan ketika produksi batu bara China mengalami penurunan untuk pertama kalinya. CPO menguat karena didukung oleh minyak saingannya, namun meningkatnya angka produksi membatasi kenaikan.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Selasa (19/3/2024), harga batu bara berjangka kontrak April 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Senin (18/3) melemah -1,81% atau -2,35 poin ke level US$127,75 per metrik ton.
Sementara itu, kontrak pengiriman untuk Mei 2024 juga mengalami penurunan sebesar -1,33% atau -1,75 poin ke level US$129,50 per metrik ton.
Produksi batu bara termal di China mengalami penurunan untuk pertama kalinya dalam beberapa tahun. Hal ini menambah sinyal upaya China dalam meningkatkan keamanan energi mungkin telah mencapai puncaknya
Berdasarkan data dari Biro Statistik Nasional China, produksi batu bara Januari-Februari 2024 menurun 4,2% dari tahun sebelumnya menjadi 705 juta ton, penurunan pertama kali sejak September 2021.
Keamanan pertambangan telah menjadi isu besar dalam beberapa bulan terakhir, lantaran meningkatnya angka kematian. Hal ini membuat pengawasan pemerintah menjadi lebih ketat, sehingga memaksa penurunan produksi di beberapa pusat batu bara utama
Baca Juga
Namun, menurunnya produksi tambang bukan berarti ketergantungan juga menjadi berkurang. Pembangkit listrik tenaga batu bara telah mencatatkan kenaikan 9,7% pada dua bulan pertama, karena mengandalkan lonjakan impor untuk mengimbangi penurunan pasokan batu bara dalam negeri.
Harga CPO
Berikutnya, untuk harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada Mei 2024 menguat 3 poin menjadi 4.290 ringgit per metrik ton. Kemudian untuk kontrak Juli 2024 menguat 31 poin menjadi 4.156 ringgit per metrik ton.
Mengutip Reuters, harga minyak sawit berjangka Malaysia telah meningkat lebih tinggi pada Senin (18/3) mengikuti kenaikan minyak kedelai Chicago dan kontrak minyak sawit Dalian.
Namun, pedagang yang berbasis di Kuala Lumpur mengatakan bahwa angka produksi yang tinggi dari Asosiasi Penggilingan Minyak Sawit Semenanjung Selatan (SPPOMA) membebani sentimen.
Para pedagang mengatakan bahwa SPPOMA memproyeksi produksi 1-15 Maret 2024 telah melonjak 38,8% dibandingkan periode yang sama pada bulan lalu.
"Seperti yang ditunjukkan dari angka ekspor sebelumnya, ekspor lebih lambat dari perkiraan para pedagang," kata pedagang tersebut.
Kontrak minyak sawit DCPv1 Dalian telah menurun -0,22%. Kontrak minyak kedelai teraktif, DBYv1, naik 0,49%. Harga minyak kedelai di Chicago Board of Trade (CBOT), BOc2, turun 0,24% setelah mencapai level tertinggi dalam hampir tiga bulan.
Analis teknikal Reuters, Wang Tao, mengatakan bahwa minyak sawit mungkin menembus resistensi pada 4.326 ringgit dan naik ke kisaran 4.378 - 4.410 ringgit per metrik ton.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup melemah -0,23% terhadap dolar AS pada Senin (18/3). Ringgit yang melemah membuat minyak kelapa sawit lebih menarik bagi pemegang mata uang asing.