Bisnis.com, JAKARTA - Harga batu bara bervariatif di kala China yang menghadapi gelombang dingin dan tertekannya produksi Indonesia. Harga CPO juga melemah karena adanya kekhawatiran lemahnya ekspor dan aktivitas ambil untung.
Berdasarkan data Bloomberg yang dikutip Selasa (6/3/2024), harga batu bara berjangka kontrak Maret 2024 di ICE Newcastle pada perdagangan Senin (4/3) menguat 3,03% atau 4 poin ke level 136 per metrik ton.
Kemudian, kontrak pengiriman untuk April 2024 yang memiliki volume terbanyak, melemah 0,26% atau 0,35 poin ke level 135,65 per metrik ton.
Mengutip CoalMint, China kembali mengalami gelombang dingin di beberapa bagian wilayah utara. Hal ini menyebabkan suhu menjadi turun dan mendorong sedikit peningkatan permintaan pemanas. Dampaknya harga batu bara domestik di China meningkat.
Menimbang hal ini, diperkirakan bahwa permintaan terhadap batu bara Indonesia akan meningkat lantaran pembeli dari China akan mencari harga yang lebih murah dibandingkan di dalam negeri.
Untuk di Indonesia, hujan yang terus terjadi di beberapa wilayah termasuk Sumatera semakin membebani produksi dan transportasi bahan bakar dari tambang tertentu.
Baca Juga
Selain itu ketersediaan kargo spot juga masih terbatas. Ketersediaan kargo yang lebih rendah untuk Maret 2024 menyebabkan para penambang yang membawa kargo menaikkan harga.
Kemudian para pembeli di India sebagian besar juga tetap tenang lantaran pembangkit listrik beroperasi dengan persediaan yang mencukupi. Kuatnya produksi dalam negeri terus memenuhi permintaan lokal secara efektif dan secara konsisten memberikan tekanan pada tingkat harga batubara impor.
Harga CPO
Berikutnya, untuk harga CPO atau minyak kelapa sawit di Bursa Derivatif Malaysia pada Maret 2024 melemah 7 poin menjadi 4.017 ringgit per metrik ton. Kemudian untuk kontrak acuan Mei 2024 juga melemah 26 poin menjadi 3.940 ringgit per metrik ton.
Mengutip Bernama, pedagang minyak sawit David Ng mengatakan bahwa kontrak berjangka minyak sawit mentah (CPO) Bursa Derivatif Malaysia ditutup lebih rendah pada Senin (4/3) karena masih ada kekhawatiran lemahnya ekspor dan aktivitas ambil untung.
Dia juga berpendapat bahwa pasar akan mencari isyarat baru dari konferensi minyak sawit (POC) yang berlangsung pada 4-6 Maret 2024 di Kuala Lumpur.
Kemudian, berita mengenai India selaku importir minyak nabati terbesar di dunia, yang diperkirakan akan membeli minyak kedelai dalam jumlah besar pada 2024 dan peralihan permintaan dari minyak sawit ke kedelai juga mempengaruhi pasar. "Dukungan harga CPO berada di RM3.850 per ton dan resistensi di RM4.000 per ton," terangnya.
Di lain sisi, Managing Director Palm Oil Analytics (Fastmarkets) Sathia Varqa mengatakan bahwa pasar diperdagangkan dengan hati-hati, lantaran para pedagang mungkin menghindari taruhan besar di kedua arah dari konferensi POC.
Varqa juga mengatakan bahwa menjelang konferensi para pedagang biasanya akan cemas dari apa yang akan dilontarkan oleh para analis terkemuka. Hal ini dikarenakan dapat menunjukan arah pasar.
Berdasarkan data Bloomberg, mata uang Ringgit malaysia ditutup menguat 0,50% terhadap dolar AS pada Senin (4/3). Ringgit yang menguat membuat minyak kelapa sawit kurang menarik bagi pemegang mata uang asing.