Bisnis.com, JAKARTA - Otoritas Jasa Keuangan (OJK) menyampaikan akan segera merilis aturan baru terkait penerbitan obligasi daerah untuk memfasilitasi pemerintah daerah (Pemda) yang akan menerbitkan obligasi daerah atau sukuk daerah.
Kepala Eksekutif Pengawas Pasar Modal, Keuangan Derivatif, dan Bursa Karbon OJK Inarno Djajadi mengatakan, dalam waktu dekat OJK akan merilis ketentuan terkait penerbitan dan laporan obligasi daerah dan atau sukuk daerah yang menyeleraskan dengan peraturan perundang-undangan terkini.
"Sehingga aturan itu dapat meningkatkan kualitas keterbukaan informasi, pengawasan dan kemudahan dalam penerbitan obligasi daerah," ujar Inarno dalam Konferensi Pers RDK Bulanan, Selasa (20/2/2024).
Lebih lanjut Inarno mengatakan, inisiatif ini diharapkan dapat berhasil memfasilitasi pemerintah daerah yang menerbitkan obligasi atau sukuk daerah. Sebab, penerbitan obligasi daerah merupakan salah satu skema pembiayaan pembangunan daerah.
Sebagai pengingat, pada 2017 lalu, sejatinya OJK sudah mengeluarkan tiga Peraturan OJK (POJK) terkait penerbitan obligasi daerah. Pertama, POJK Nomor 61/POJK.04/2017 tentang Dokumen Penyertaan Pendaftaran Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
Kedua, POJK Nomor 62/POJK.04/2017 tentang Bentuk dan Isi Prospektus dan Prospektus Ringkas Dalam Rangka Penawaran Umum Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah. Ketiga, POJK Nomor 63/POJK.04/2017 tentang Laporan dan Pengumuman Emiten Penerbit Obligasi Daerah dan/atau Sukuk Daerah.
Baca Juga
Adapun, Pemerintah juga merilis Peraturan Pemerintah (PP) No.1/2024 tentang harmonisasi kebijakan fiskal nasional yang menjadi turunan dari sejumlah ketentuan dalam UU HKPD.
PP soal obligasi daerah ini terutama mengharuskan penerbitan hanya untuk tiga hal, yakni pembangunan infrastruktur daerah, pengelolaan portofolio utang daerah, dan penerusan pinjaman atau penyertaan modal kepada BUMD
Kesiapan Pemda
Berdasarkan catatan Bisnis, hingga saat ini implementasi penerbitan obligasi daerah belum terjadi, karena ada beberapa pertimbangan tertentu. Misalnya, Penjabat Gubernur Jawa Barat Bey Triadi Machmudin mengatakan akan mengkaji ulang rencana pemprov melepas obligasi daerah.
Menurut Bey, rencana ini perlu dibahas lebih matang dengan para ahli terkait obligasi. Meski dinilai mampu, Pemprov Jabar meyakini masih mampu mencari skema pendanaan lain yang lebih murah dan tidak berisiko tinggi. Terlebih, sosialisasi kepada masyarakat soal obligasi daerah belum dilakukan.
Selain itu, dana yang didapat dari pelepasan obligasi daerah menurutnya perlu diarahkan pada proyek yang prioritas dan berdampak besar pada kepentingan masyarakat seperti penyediaan transportasi publik.
"Misalnya obligasi digunakan untuk bangun LRT. Itu produktif tidak apa-apa. Tapi kalau seandainya rumah sakit, apapun. Karena pendidikan dan kesehatan harusnya cukup dipenuhi dari APBD atau APBN," kata Bey pada Rabu (20/12/2023).
Di lain sisi, Pemerintah Sumatra Barat (Sumbar) tengah mengkaji potensi pemanfaatan obligasi daerah syariah atau sukuk daerah untuk mendukung percepatan pembangunan infrastruktur di wilayah tersebut. Langkah ini diambil karena terbatasnya anggaran pendapatan belanja daerah (APBD).
Gubernur Sumatera Barat Mahyeldi menyampaikan bahwa APBD memiliki keterbatasan dalam membiayai semua rencana pembangunan di Sumatra Barat., termasuk rumah sakit. Untuk mengatasi hal ini, pemerintah sedang menjajaki berbagai peluang pembiayaan, termasuk melalui penerbitan Sukuk. Dia mengungkapkan bahwa APBD Provinsi Sumbar pada 2023 sebesar Rp6,78 triliun.
"APBD kami terbatas untuk membiayai semua rencana pembangunan di Sumatera Barat. Untuk itu, kami mencoba menjajaki berbagai peluang lain untuk pembiayaan, salah satunya adalah Sukuk," ujar Mahyeldi dalam keterangan tertulis pada Minggu, (4/2/2024).