Bisnis.com, JAKARTA — Emiten konglomerasi, PT Astra International Tbk. (ASII) diproyeksikan akan mengalami penurunan penjualan mobil dibandingkan tahun lalu. Terlebih, dengan masuknya mobil listrik asal China, BYD diprediksi akan memengaruhi fundamental ASII.
Head of Research Mirae Asset Sekuritas Robertus Hardy mengatakan, seiring dengan masuknya BYD ke RI, peluang pertumbuhan ASII akan sedikit tertahan, dengan potensi penjualan mobil yang stagnan cenderung menurun tahun ini.
Sebagai informasi, ASII membukukan penjualan mobil sepanjang tahun 2023 tercatat sebanyak 560.717 unit terjual dengan pangsa pasar di angka 56%. Sedangkan realisasi penjualan mobil nasional secara wholesales sepanjang tahun 2023 mencapai 1.005.802 unit.
Kendati menguasai pangsa pasar mobil 56% secara nasional, sepanjang Januari-Desember 2023, angka penjualan mobil ASII turun tipis 2,34% secara year-on-year (yoy) dibandingkan penjualan per Desember 2022 sebesar 574.198 unit.
"Di sisi lain, kami masih cukup yakin bahwa pasar penjualan sepeda motor ASII itu masih akan tetap kokoh. Karena di siklus kenaikan suku bunga sebelumnya, penjualan motor itu masih bisa naik,” ujar Robertus di Jakarta, Rabu, (24/1/2024).
Lebih lanjut dia mengatakan, pada momentum Pemilu 2024, mobilitas masyarakat diprediksi akan meningkat, dan daya beli masyarakat terhadap sepeda motor lebih tinggi dibandingkan kemampuan masyarakat membeli mobil.
Baca Juga
"Sektor sepeda motor ini juga sangat terkait dengan sektor jasa keuangannya Astra, mungkin 25%-30% dari laba sebelum pajaknya Astra itu dikontribusi oleh Federal International Finance (FIF), ada juga asuransi Garda Oto yang kontribusinya cukup besar," jelasnya.
Alhasil, menurut Robertus dengan ekspektasi penjualan sepeda motor akan tetap kuat, artinya pendapatan premi serta pendapatan bunga dari FIF dan Garda Oto berpotensi meningkat, sehingga bisa menopang potensi penurunan penjualan mobil ASII dan turunnya penjualan batu bara anak usaha, PT United Tractors Tbk. (UNTR).
Adapun, sejalan dengan masuknya BYD ke Indonesia, saham ASII melemah selama hampir dua pekan terakhir. Pada sesi I perdagangan Rabu, (24/1/2024), saham ASII turun 2,44% atau 125 poin ke level Rp5.000, sedangkan sejak awal tahun, saham ASII sudah terkoreksi 11,50% secara year-to-date (ytd).
"Terkait harga saham ASII, valuasi saham ASII sedang berada di titik terendah sejak Maret 2020. Oleh karena itu, menurut kami di harga ASII sekarang ini masih cukup pantas untuk bisa dilakukan akumulasi beli, mengingat valuasinya juga sudah tertekan,” pungkas Robertus.
Macro Strategist Mega Capital Sekuritas, Lionel Priyadi menambahkan, dengan masuknya BYD ke RI membuat persaingan industri otomotif semakin intens dan berdampak negatif bagi ASII. Sebab, menurutnya BYD memiliki kemampuan penetrasi pasar yang baik, berdasarkan sepak terjangnya di Thailand.
"Saat ini agak berat bagi saham ASII untuk jangka pendek, tapi dalam jangka panjang akan tergantung demand terhadap mobil listrik beserta ketersediaan infrastrukturnya," ujar Lionel kepada Bisnis, Rabu, (24/1/2024).
___________
Disclaimer: berita ini tidak bertujuan mengajak membeli atau menjual saham. Keputusan investasi sepenuhnya ada di tangan pembaca. Bisnis.com tidak bertanggung jawab terhadap segala kerugian maupun keuntungan yang timbul dari keputusan investasi pembaca.