Bisnis.com, JAKARTA - Persaingan ketat di bisnis operator telekomunikasi menjadikan para pelaku di industri ini perlu senantiasa memperbarui strategi bisnis mereka guna menjaga momentum pertumbuhan dan tidak kehilangan pangsa pasar.
Saat ini, industri operator telekomunikasi dipimpin oleh emiten BUMN, yakni PT Telkom Indonesia (Persero) Tbk. (TLKM). yang menguasai lebih dari separuh pangsa pasar konektivitas nasional. Di sisi lain, pemain swasta pada akhirnya memutuskan berkonsolidasi agar tetap bertahan dalam persaingan.
Kini, peta persaingan operator telekomunikasi telah mengerucut pada tiga pemain besar, yakni TLKM, PT XL Axiata Tbk. (EXCL) dan PT Indosat Tbk. (ISAT). EXCL mengambil alih bisnis PT Link Net Tbk. (LINK), sedangkan ISAT mengakuisisi Hutchison 3 Indonesia.
Sementara itu, sejumlah aksi korporasi penting di industri perbankan diagendakan bakal berlangsung pada akhir tahun ini, terutama konsolidasi antara sejumlah bank dan penambahan modal untuk memperkuat kapasitas bisnis dan daya saing di lini bisnis yang menjadi spesialisasi masing-masing.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa aksi korporasi bank masih akan ramai, antara lain konsolidasi dengan tujuan untuk pengembangan bank. OJK sendiri memang mendorong konsolidasi bank agar terjadi efisiensi di industri.
OJK telah mencatat sejumlah pengajuan izin untuk aksi konsolidasi dari beberapa bank. OJK akan menindaklanjuti permohonan tersebut dengan memperhatikan sejumlah hal penting guna memastikan langkah tersebut tidak berisiko bagi keberlangsungan industri.
Baca Juga
Dua petikan berita ini merupakan bagian dari 5 berita pilihan Bisnisindonesia.id yang disajikan secara mendalam dan tajam. Berikut 5 berita pilihan sepanjang Rabu (15/11/2023):
1. Adu Kinerja 5 Tahun Emiten Telko TLKM, EXCL, & ISAT
TLKM memperkuat konsolidasi internal, misalnya dengan memfokuskan bisnis menara ke PT Dayamitra Telekomunikasi Tbk. (MTEL) setelah lebih dahulu membawa entitas anak tersebut menjadi perusahaan tercatat di Bursa Efek Indonesia (BEI).
Masing-masing emiten telekomunikasi ini pun masih memiliki sejumlah agenda strategis lainnya yang bakal segera dieksekusi. Sementara itu, langkah bisnis yang telah dilakukan selama ini telah mengantarkan ketiganya pada kinerja bisnis yang terus bertumbuh, kendati sempat tertekan akibat pandemi.
Dalam 5 tahun terakhir, ketiga emiten telekomunikasi tersebut masing-masing melaporkan pertumbuhan kinerja yang cukup solid untuk periode 9 bulan atau per September, meski tidak selalu konsisten.
Per September 2023, TLKM mencetak pendapatan senilai Rp111,23 triliun, naik tipis 2,17% dibandingkan periode yang sama tahun lalu sebesar Rp108,8 triliun atau secara year-on-year (YoY).
Meski begitu, TLKM justru mampu membukukan laba bersih senilai Rp19,4 triliun, meningkat cukup tinggi yakni 17,6% YoY dari semula Rp16,5 triliun. Ini menjadi pertumbuhan laba bersih tertinggi yang pernah dicapai TLKM sejak 2018.
2. Raksasa Migas Global Serbu Indonesia untuk Pengelolaan Karbon
Sejumlah perusahaan raksasa minyak dan gas bumi (migas) global beramai-ramai mengincar peluang kerja sama pengelolaaan karbon di Indonesia. Besarnya potensi bisnis dari fasilitas penangkapan, pemanfaatan dan penyimpanan karbon di Tanah Air menjadi daya tarik tersendiri bagi Indonesia.
Terlebih, kebutuhan terhadap migas masih tetap tinggi di tengah dorongan untuk mengakselerasi transisi energi. Itu sebabnya, diperlukan teknologi Carbon Capture Storage (CCS) dan Carbon Capture Utilization and Storage (CCUS) yang diyakini dapat mendukung peningkatan produksi migas sekaligus mengurangi emisi gas rumah kaca.
Sejalan dengan itu, Indonesia memiliki potensi besar untuk mengembangkan secara bertahap ekosistem fasilitas penangkapan, pemanfaatan, dan penyimpanan karbon tersebut. Ditambah lagi, industri di dalam negeri juga sudah memiliki skema perdagangan karbon yang mapan.
Saat ini, pemerintah diketahui masih mengebut penyelesaian rancangan Peraturan Presiden (Perpres) tentang CCS di luar wilayah kerja migas. Rencananya beleid itu bakal kelar tahun ini untuk menopang keekonomian proyek serta memberi bagi hasil yang menarik bagi kontraktor.
Baru-baru ini, pemerintah Indonesia menggandeng perusahaan energi Amerika Serikat, salah satunya ExxonMobil untuk mendukung pengembangan dan pengelolaan karbon di Tanah Air, melalui penandatanganan perjanjian terkait teknologi CCS/CCUS tersebut di tengah pertemuan bilateral AS-Indonesia.
3. PPh Badan Jadi Muasal Keberanian Jokowi Revisi Naik Target Pajak
Presiden Joko Widodo (Jokowi) merevisi naik penerimaan pajak penghasilan (PPh) sesuai dengan Perpres 75/2023 tentang revisi Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2023 yang baru saja ditekennya.
Pendapatan dari pajak penghasilan direvisi menjadi Rp1.049,54 triliun, naik 12,24% dari target APBN 2023 yang sebesar Rp935,07 triliun. Adapun, dua penghasilan PPh pun direvisi naik, yakni PPh Non Migas dari Rp873,63 triliun menjadi Rp977,89 triliun, dan PPh Migas dari Rp61,44 triliun menjadi Rp71,65 triliun.
Jika ditilik dari realisasi penerimaan per kuartal III/2023, pendapatan PPh tercatat sudah mencapai Rp826,06 triliun setara dengan 88,34% dari target awal atau tumbuh 5,16% secara tahunan. Nilai tersebut, setara 78,71% dari target baru PPh.
Lebih jauh, realisasi per 30 September 2023 itu juga mencatat penerimaan PPh Non Migas sebesar Rp771,75 triliun setara 88,34% target awal atau tumbuh 6,69% secara tahunan. Sedangkan, penerimaan PPh Migas tercatat Rp54,31 triliun yang memenuhi 88,4% dari target awal, kendati mengalami koreksi 12,66% secara tahunan.
Dengan sisa waktu selama 3 bulan, pemerintah cukup optimistis target penerimaan PPh awal dapat tercapai, sehingga merevisi naik target penerimaannya.
4. Extra Flight Tampung Lonjakan Penumpang Nataru
Libur Natal dan Tahun Baru 2024 bakal menjadi momentum penting bagi pertumbuhan industri aviasi tahun ini. Maskapai bersiap menambah jumlah penerbangan untuk menampung kenaikan permintaan.
Meski Nataru masih sebulan lagi, industri penerbangan telah mengatur ancang-ancang. Beberapa di antaranya mempersiapkan extra flight menyambut peningkatan jumlah penerbangan.
Maskapai penerbangan BUMN, PT Garuda Indonesia (Persero) Tbk. (GIAA) memprediksi adanya kenaikan jumlah penumpang setidaknya sekitar 30% pada masa liburan Natal dan Tahun Baru (Nataru) 2024.
Direktur Utama Garuda Indonesia Irfan Setiaputra melihat adanya kenaikan permintaan penerbangan signifikan selama masa angkutan Nataru 2024. "Biasanya sih akan naik 20%-30% dibandingkan Nataru sebelumnya," kata Irfan saat dihubungi, Senin (13/11/2023).
Seiring dengan potensi pertumbuhan tersebut, Garuda Indonesia menyiapkan penambahan frekuensi penerbangan pada beberapa destinasi. Meski demikian, dirinya belum memperinci secara detail rute mana yang akan ditambah frekuensi penerbangannya.
Maskapai plat merah tersebut akan memperhatikan tingkat permintaan yang ada pada masing-masing rute. “Jumlah penambahannya belum final, nanti akan diinformasikan kembali. Tetapi, pastinya ini (penambahan penerbangan) akan sesuai dengan permintaan,” kata Irfan.
Berdasarkan data dari tahun lalu, GIAA mempersiapkan sedikitnya 1,3 juta kursi penerbangan pada periode peak season Natal dan Tahun Baru 2022-2023.
5. Aksi Korporasi Bank Menumpuk di Akhir Tahun
Salah satu upaya konsolidasi bank yang kerap kali diperbincangkan sepanjang tahun ini adalah merger antara PT Bank MNC Internasional Tbk. (BABP) milik konglomerat Hary Tanoesoedibjo dengan PT Bank Nationalnobu Tbk. (NOBU) milik taipan James Riady.
Kepala Eksekutif Pengawas Perbankan OJK, Dian Ediana Rae, mengatakan bahwa progres merger kedua bank itu masih berjalan. Akan tetapi, pelaksanaan merger molor dari target awal Agustus 2023 karena menghadapi sejumlah masalah.
"Tentu masih ada masalah-masalah teknis operasional yang masih dihadapi mereka, seperti bisnisnya ke depan akan bagaimana? Karena mereka kan agak sedikit berbeda. Terus juga masalah kepemilikan saham," kata Dian pada Selasa (14/11/2023) di Jakarta.
Meski menghadapi sejumlah masalah, Dian mengungkapkan bahwa merger antara kedua bank itu menjadi point of no return alias harga mati dalam konsolidasi perbankan Tanah Air.
Selain itu, terdapat juga rencana akuisisi yang dilakukan PT Bank Tabungan Negara (Persero) Tbk. (BBTN) sebagai opsi pemisahan atau spin off unit usaha syariah (UUS) agar menjadi bank umum syariah (BUS).
Itulah sejumlah berita pilihan dari Bisnisindonesia.id, selamat membaca!